Pemerintah Khawatir MK Batalkan Ketentuan Bagi Hasil Migas
Kamis, 08 Desember 2011 – 00:08 WIB
JAKARTA - Pemerintah mengakui tak ada teori khusus yang mendasari penetapan prosentase bagi hasil minyak dan gas bumi seperti diatur dalam dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kini tengah dipersoalkan Kaltim di Mahkamah Konstitusi (MK). Pembagian hasil minyak sebesar 84,5 persen untuk pemerintah pusat dan 15,5 persen bagi daerah, serta bagi hasil gas 69,5 persen (pemerintah) dan 30,5 persen (daerah), sepenuhnya karena alasan politis.
"Kalau dasarnya hukum ekonomi, harusnya (bagi hasil migas) ke daerah penghasil semua," kata Plt Sekjen Kementerian Keuangan Ki Agus Badaruddin, selepas menghadiri sidang lanjutan judicial review UU No 33 Tahun 2004 di gedung MK, Rabu (7/12).
Baca Juga:
Ki Agus menambahkan, pertimbangan politis itu diambil karena tak semua daerah di Indonesia merupakan daerah penghasil migas. Sebagai bagian dari Indonesia, daerah non penghasil juga berhak untuk dibiayai.
Alasan lain, dana bagi hasil migas digunakan pemerintah untuk membiayai pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, membayar bunga dan cicilan hutang negara dan pengeluaran lain. "Jadi konstelasi yang harus dilihat adalah Indonesia secara utuh," tambahnya.
JAKARTA - Pemerintah mengakui tak ada teori khusus yang mendasari penetapan prosentase bagi hasil minyak dan gas bumi seperti diatur dalam dalam
BERITA TERKAIT
- Gelar Halalbihalal, PT KSP & PT KSI Perkuat Rasa Kekeluargaan di Lingkungan Kerja
- Berkat Modal Pinjam PNM Mekaar, Bisnis Minuman Kesehatan Makin Moncer
- Mengenal Rumput Purun, Gulma yang Disulap Nasabah PNM jadi Tas Cantik
- Mewakili Jokowi di Asia Business Councils, Airlangga: Inflasi Tetap Terkendali
- Proyek MCC-20 Dukung Pengembangan Industri Energi di Indonesia
- Lestari Moerdijat Harap Pengembangan Sektor UMKM Harus Sinergi dengan Potensi Desa