Pemerintah Khawatir MK Batalkan Ketentuan Bagi Hasil Migas

Pemerintah Khawatir MK Batalkan Ketentuan Bagi Hasil Migas
Pemerintah Khawatir MK Batalkan Ketentuan Bagi Hasil Migas
JAKARTA - Pemerintah mengakui tak ada teori khusus yang mendasari penetapan prosentase bagi hasil minyak dan gas bumi seperti diatur dalam dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kini tengah dipersoalkan Kaltim di Mahkamah Konstitusi (MK). Pembagian hasil minyak sebesar 84,5 persen untuk pemerintah pusat dan 15,5 persen bagi daerah, serta bagi hasil  gas 69,5 persen (pemerintah) dan 30,5 persen (daerah), sepenuhnya karena alasan politis.

"Kalau dasarnya hukum ekonomi, harusnya (bagi hasil migas) ke daerah penghasil semua," kata Plt Sekjen Kementerian Keuangan Ki Agus Badaruddin, selepas menghadiri sidang lanjutan judicial review UU No 33 Tahun 2004 di gedung MK, Rabu (7/12).

Ki Agus menambahkan, pertimbangan politis itu diambil karena tak semua daerah di Indonesia merupakan daerah penghasil migas. Sebagai bagian dari Indonesia, daerah non penghasil juga berhak untuk dibiayai.

Alasan lain, dana bagi hasil migas digunakan pemerintah untuk membiayai pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, membayar bunga dan cicilan hutang negara dan pengeluaran lain. "Jadi konstelasi yang harus dilihat adalah Indonesia secara utuh," tambahnya.

JAKARTA - Pemerintah mengakui tak ada teori khusus yang mendasari penetapan prosentase bagi hasil minyak dan gas bumi seperti diatur dalam dalam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News