Penangkapan Duterte, Tinjauan Tentang Kedaulatan Negara dan Yurisdiksi ICC
Oleh: Prof. Eddy Pratomo S.H., M.A.

Kasus yang didakwakan kepada Duterte adalah pun pada periode pada saat Filipina masih menjadi negara pihak Statuta Roma.
Sesuai prinsip universal dalam hukum, Duterte tetap perlu mendapatkan hak untuk membela diri dan diproses sesuai dengan due process of law. Dia juga berhak didampingi penasihat hukum.
Namun, terdapat hal yang lebih penting lagi, bahkan merupakan tantangan berat bagi ICC, yaitu apakah proses hukum Duterte juga diterapkan secara fair dan adil kepada pemimpin negara lain yang diduga telah melakukan pelanggaran pidana internasional, seperti Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Lantas, apa pelajaran yang bisa dipetik Indonesia dari peradilan terhadap Duterte di ICC?
Sejak awal RI telah mempertimbangkan secara bijak terkait dengan politik hukum untuk tidak meratifikasi Statuta Roma maupun mengakui yurisdiksi ICC karena sistem hukum nasional Indonesia sudah memiliki Pengadilan HAM Ad Hoc guna mengadili kejahatan HAM berat di Indonesia.
Dengan demikian Pemerintah Indonesia telah melaksanakan kewenangan hukum/yurisdiksi nasional, yaitu National Exhaustive Legal Proceeding tersebut. (***)
Oleh: Prof. Eddy Pratomo S.H., M.A.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila/Guru Besar Hukum Internasional UNDIP
Prof Eddy Pratomo mengulas tinjauan tentang kedaulatan negara dan yurisdiksi ICC terkait pengangkapan Durtete pada saat tidak menjabat sebagai kepala negara
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad
- 2 Kapten Infranteri Tangkap Bandar Narkoba di Bima, Kolaborasi dengan Warga
- Sepanjang April 2025, Polresta Bandar Lampung Ringkus 28 Tersangka Narkoba
- Oknum Pegawai BNN Ditahan Jaksa terkait Narkoba
- Dor, Dor, Dor! Oknum Polisi Ini Terkapar Ditembak Petugas BNN
- Ini Modus Baru Pengedar Narkoba di Bandung, Lihat
- Propam Pastikan 1.205 Personel Polda Jateng Bebas Narkoba dan Judol