Pendidikan Induktif: Merajut Karakter Sekolah Menuju Potensi Optimal

Oleh Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara

Pendidikan Induktif: Merajut Karakter Sekolah Menuju Potensi Optimal
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, tidak hanya mengandalkan kekayaan alamnya, tetapi juga dikenal sebagai rumah bagi berbagai suku, tradisi, dan kepercayaan.

Setiap wilayah di Indonesia memiliki keunikan budaya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masing-masing tempat.

Keberagaman inilah yang seharusnya menjadi aset berharga dalam membentuk karakter sekolah, di mana interaksi antarkebudayaan menjadi landasan penting dalam proses pendidikan.

Namun, di tengah kekayaan budaya ini, terdapat tantangan serius yang perlu diatasi, yaitu kurikulum pendidikan yang sering kali abstrak dan tidak memperhatikan kekayaan budaya setempat.

Hal ini mengakibatkan sekolah menjadi semacam tempat asing bagi para siswa, di mana kurangnya keterlibatan budaya lokal dapat mengurangi semangat belajar mereka.

Kurikulum yang tidak sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat lokal dapat menciptakan situasi keterpaksaan dalam pembelajaran.

Keterpaksaan ini, jika menjadi kebiasaan, berpotensi menciptakan luka mental bahkan trauma yang sulit diatasi.

Proses pembelajaran yang tidak relevan dengan konteks budaya lokal dapat menghambat perkembangan siswa dan mengurangi daya serap mereka terhadap materi pembelajaran.

Keberagaman seharusnya menjadi aset berharga dalam membentuk karakter sekolah. Interaksi antarkebudayaan menjadi landasan penting dalam proses pendidikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News