Pendidikan Jadi Kunci Cegah Paham Radikal

Pendidikan Jadi Kunci Cegah Paham Radikal
Ilustrasi. Foto: Ist

Ironisnya, mereka lupa bahwa negara adalah fasilitas atau strata sosial untuk mewujudkan cita-cita agama dan perintah Tuhan tersebut. Untuk mengantisipasi ini, sambung Zubair, pendidikan adalah media terbaik untuk meluruskan pemahaman-pemahaman keliru itu.

Ia menyarankan agar pemerintah membuat standarisasi materi pelajaran agama Islam didasarkan ajaran Islam yang benar. Selain itu, juga tidak dibatasi oleh panafsiran tertentu yang justru lebih tertutup dan tidak toleransi karena tidak mau menerima paham dari yang lain.

“Selama ini monitor negara ke lembaga pendidikan lebih fokus ke masalah administrasi saja, tapi kurang melihat substansi materi yang diajarkan. Jadi harus ada akreditasi dalam pengajaran agama Islam. Saya rasa pencegahan lebih penting dalam mencegah masuknya paham radikal terorisme, daripada kita kecolongan,” tukasnya.

Hal senada diutarakan Ketua Lembaga Dakwan PBNU Zakky Mubarak. Menurutnya, paham radikalisme yang mengarah pada terorisme sebenarnya bukan masalah baru.

Tetapi, telah terjadi pada awal perkembangan agama-agama dunia. Kelompok ini keliru dan salah dalam memahami agama sehingga mengarah pada radikalisme. Ada sebagian dari mereka disebabkan pemahaman agama yang sangat sempit, karena pengetahuannya sangat dangkal terhadap ajaran agama.

Sebagian lain ada yang menggunakan agama untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan politik. Dengan mengatasnamakan agama, mereka meyakini akan bisa memengaruhi banyak orang, sehingga ambisinya bisa diwujudkan.

“Pencegahannya adalah dengan jalan memberikan pemahaman agama secara utuh, secara integral dan komprehensif sehingga ajaran agama itu tidak dipahami secara parsial yang mengakibatkan terjadi kesalahpahaman. Langkah berikutnya adalah memberikan informasi kepada umat beragama agar tidak mudah diprovokasi oleh kelompok ini, sehingga rencana mereka akan gagal,” terang Zakky.

Menurutnya, agama dan nasionalisme tidak bisa dipisahkan. Karena, agama memerlukan tanah air bagi para pemeluknya. Sebaliknya, tanah air juga memerlukan agama untuk membimbing rakyatnya. Dengan rasa nasionalisme dan rasa keagamaan yang tinggi, akan saling menguatkan satu sama lain sehingga dapat membentuk kehidupan bangsa yang unggul, berkualitas, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa. (jos/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News