Pengabdian Tanpa Batas si Perawat Cantik Najemah di Daerah Terisolir

Pengabdian Tanpa Batas si Perawat Cantik Najemah di Daerah Terisolir
Para bidan honorer di Kolut yang sedang menuju ke rumah pasien. Foto: Muh Rusli/Kendari Pos/JPNN.com

"Mendaki terus jalannya semakin sempit dan sebagian jurang dan hutan. Jadi, kalau sampai rumah pertama simpan motor karena jalan sulit dan licin. Kami jalan kaki sekira dua kilometer jauhnya," jelas perempuan berhijab ini.

Pada hari-hari tertentu, tak hanya mereka bertiga yang datang. Kadang ditemani rekan seprofesi lainnya, Nuraeni, S. Kep,.Nurs.

Perjalanan yang meletihkan ini kerap dilalui mereka berempat. Jika lelah "menyapa" mereka tak sungkan singgah melepas penat di bawah pohon sembari mengusap keringat yang bercucuran.

Najemah telah melakoni profesinya sejak 2005. Selain desa Torotuo, masih ada enam desa lainnya juga yang dikunjungi. Rata-rata medannya hampir sama sulitnya.

Namun, dia lakukan semua itu demi pengabdian pada kemanusiaan. Menolong sesama yang membutuhkan.

"Pernah juga ada teman yang ikut tapi jatuh ke jurang dengan motornya karena jalan sempit dan curam. Syukur tidak terjadi apa-apa. Namun setelah itu dia kapok ikut," kenangnya.

Uang saku kunjungan per desa dari Puskesmas hanya Rp 50 ribu. Padahal, jika harus berkunjung ke desa itu saja, misalkan untuk pembeli bensin pun tak cukup. Makanya, ia bersama rekannya kadang menguras uang pribadi setiap kali perjalanan.

Ada warga yang siap mengantarnya sampai pertengahan jalan lalu mereka lanjutkan dengan berjalan kaki.

Desa Torotuo Kecamatan Rante Angin di Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara, tergolong daerah terisolir. Tidak ada Puskesmas apalagi perawat yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News