Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia

Televisi LCD 39 Inci Jadi Barang Kesayangan

Pengalaman Menginap di Ger, Rumah Tradisional Mongolia
ki-ka: Khaltar, Ainur Rohman, Tserendolgor Tseeye, Javzandolgor Jauzka, Farid Fandi saat di rumah tradisional Mongolia yang disebut Ger di pinggiran kota Ulan bator, Mongolia, 22/08/12. Farid Fandi/Jawa Pos
SEKITAR 30 persen penduduk Mongolia diperkirakan masih hidup nomaden dengan tinggal di ger. Berikut pengalaman wartawan Jawa Pos AINUR ROHMAN, yang tengah bertugas di sana, mencicipi bermalam di tenda yang terbuat dari kulit domba itu.  

 -----

 

TENDA bundar milik Tserendolgor Tseeye itu hanya berdiameter 8 meter dengan tinggi 3,5 meter. Berdiri di atas padang rumput berpagar seng seluas hampir 1 hektare di Distrik Khan-Uul, 4 kilometer dari distrik utama ibu kota Mongolia, Ulan Bator, tenda itu disangga satu besi di bagian tengah.

Itulah ger, rumah tradisional Mongolia yang identik dengan sejarah panjang negeri berpenduduk sekitar 3,1 juta tersebut sebagai bangsa nomaden. Sejarah mencatat, wilayah yang kini disebut Mongolia itu dulu diperintah berbagai kekaisaran nomaden: Xiongnu, Xianbei, Rouran, Gokturks, dan beberapa lainnya. Genghis Khan kemudian mendirikan Kekaisaran Mongol pada 1206.

Kini sekitar 30 persen dari total penduduk negeri yang perekonomiannya amat bergantung kepada Tiongkok itu diperkirakan masih hidup seperti nenek moyang mereka: nomaden atau seminomaden. Tsere, sapaan Tserendolgor, seorang janda berusia 64 tahun, adalah salah satunya.

SEKITAR 30 persen penduduk Mongolia diperkirakan masih hidup nomaden dengan tinggal di ger. Berikut pengalaman wartawan Jawa Pos AINUR ROHMAN, yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News