Pengalaman Pertama Seorang Relawan COVID-19, Tegang, Orang Tua Khawatir

Pengalaman Pertama Seorang Relawan COVID-19, Tegang, Orang Tua Khawatir
Ilustrasi rapid test. Foto: ANTARA/HO/Pemkot Bogor

Fadhil sendiri memilih formasi relawan nonmedis sebagai runner. Seorang runner memiliki tugas membantu menjembatani pemenuhan kebutuhan di lapangan saat pelaksanaan tes masif COVID-19 di Jabar.

Menurutnya, perlengkapan pendukung menjadi runner berupa laptop dan gawai dan koneksi internet pun tak sulit untuk ia penuhi.

Selain itu, syarat usia 18-35 tahun, sehat dan tidak punya riwayat penyakit paru atau kronis lain, tidak merokok, serta memiliki SIM dan bisa mengendarai kendaraan bermotor sudah dipenuhinya.

“Awalnya saya pilih media dan publikasi, tetapi kekurangan saya tidak punya kamera. Jadi saya pilih runner, karena pemerintah butuh data, data kondisi Orang Dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) melalui rapid test,” tutur Fadhil.

“Maka saya ingin membantu jalannya rapid test secara tepat dan cepat agar data-data yang dikumpulkan bisa menjadi persiapan Pemprov Jabar dalam membuat keputusan,” ujarnya.

Rabu (1/4) kemarin, Fadhil bersama empat orang lainnya resmi bertugas sebagai relawan nonmedis runner di tes masif bagi klaster GBI Lembang yang digelar di Kota Bandung.

Di hari pertama, sudah ada penempatan kerja sebagai runner untuk membantu beberapa bagian seperti scan barcode atau suhu, pencatatan administrasi, pengambilan dan pemanggilan nomor antri, hingga sosialisasi apa yang dilakukan setelah rapid test.

Pengalaman pertama menjadi seorang relawan cukup menegangkan. Sebab, selain orang tua khawatir akan kondisi kesehatan, Fadhil bekerja hanya dengan semangat dan niat membantu pemerintah.

Fadhil memutuskan menjadi relawan COVID-19 dengan modal laptop, koneksi internet dan memiliki SIM.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News