Pengamat Sebut Moeldoko Sebaiknya Diganti, Nih Alasannya

Pengamat Sebut Moeldoko Sebaiknya Diganti, Nih Alasannya
Ilustrasi - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Arsip Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Di tengah menghangatnya isu reshuffle kabinet seiring pergantian Panglima TNI, Presiden Jokowi diminta untuk turut mengganti Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden.

Moeldoko dinilai terlalu sering melakukan blunder yang merugikan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, di tengah upaya menyiapkan warisan (legacy) kepemimpinan menjelang pergantian tahun 2024 nanti.

Pengamat politik dari UNPAD Firman Manan mengingatkan keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan judicial review terhadap AD ART Partai Demokrat, merupakan blunder Moeldoko yang kesekian kalinya.

Firman mengatakan penolakan MA ini merupakan tamparan tersendiri. Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkum HAM yang notabene adalah sesama anggota kabinet. Objek gugatannya juga problematik.

“Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang. Andai dikabulkan, ini tentu mengancam kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi,” kata Firman, Selasa (16/11).

Firman mengatakan di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai dan rasa keadilan masyarakat yang terluka, permohonan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat ini sesungguhnya pemborosan sumber daya hukum.

“Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra). Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Presiden,” kata dia.

Soal ini juga menjadi atensi Ubedilah Badrun, pengamat politik dari UNJ. "Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama," kata Ubedilah menyitir pepatah.

KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkum HAM yang notabene adalah sesama anggota kabinet. Objek gugatannya juga problematik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News