Penguasa Batu Bara
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Setidaknya anggaran negara tidak perlu tercekik oleh utang luar negeri dan kewajiban membayar bunga seperti sekarang.
Kalau setahun bisa menghasilkan Rp 500 triliun maka dalam lima tahun para pengusaha itu bisa mengumpulkan Rp 2.500 triliun, sebuah jumlah yang mengerikan yang bisa dipakai untuk apa saja, termasuk menjadi bandar politik nasional.
Faisal Basri menghitung, kalau diambil sepuluh persen saja dari penghasilan setahun akan terkumpul dana Rp 50 triliun. Jumlah itu sudah cukup untuk membiayai biaya politik setingkat pilpres.
Para pengusaha itu bisa menjadi bandar yang sangat menentukan dalam perhelatan pilpres setiap lima tahun.
Uang haram sebesar itu cukup untuk membiayai tim sukses, membayar mahar politik, dan membagi uang kepada pemilih untuk membeli suara.
Tiga serangkai itu menjadi fenomena politik yang marak di Indonesia dan menjadi perusak demokrasi Indonesia yang paling utama.
Demokrasi menjadi barang dagangan. Democracy for Sale, kata Ward Berenschot dan Edward Aspinall (2019).
Dua profesor Australia itu melihat bahwa demokrasi Indonesia sudah tergadai kepada para bandar politik dengan maraknya fenomena klientalisme elektoral.
Kalau dia disebut sebagai Ratu Batu Bara, tentu ada rajanya. Si raja tetap bebas beroperasi karena mendapat konsesi dan proteksi dari kekuasaan.
- Adaro Energy Membagikan Dividen USD 800 Juta
- PLN Indonesia Power Terima Penghargaan CSR & PDB Award 2024 dari Wapres
- Usut Kasus Korupsi di PLTU, KPK Periksa Pejabat PLN
- Progres Penyediaan Listrik di IKN Dipastikan Lancar
- PLN Indonesia Power Siapkan Kebutuhan Listrik Masa Depan
- PLN Pamer Mobil Berteknologi Canggih di PEVS 2024, Bisa Menempuh Jarak 700 Km