Pengusaha Retail Harus Paham, Orang Belanja tak Mau Ribet

Pengusaha Retail Harus Paham, Orang Belanja tak Mau Ribet
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Foto: dok/JPNN.com

”Jika sebelumnya hanya berbasis pada consumer based, retail sekarang ini perlu mengedepankan experience based. Nilai itu yang dijual sehingga konsumen punya alasan untuk berbelanja di mal,” ujar Heru.

Heru menambahkan bahwa retail yang meredup tak sepenuhnya karena tergerus online. Sebab, secara porsi kontribusi, penjualan online masih sangat kecil dibandingkan offline.

”Jika kami lihat angkanya masih ada di kisaran 1,2 sampai 1,8 persen. Itu kecil sekali. Artinya potensi segmen retail offline juga masih sangat terbuka,” tambahnya.

Penasihat Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa menganggap dalam kondisi saat ini bisnis offline dan online perlu bersaing dengan fair.

Untuk itu, pengusaha berharap pemerintah segera mengetok palu tentang regulasi penjualan online.

”Ada banyak hal yang perlakuannya tidak sama, misalnya soal SNI produk yang dijual. Di bisnis offline semua barang yang kami jual harus sesuai SNI, tetapi online tidak ada yang mengontrol. Selain itu tentu saja soal pajak. Beban pajak untuk offline sangat banyak dimana itu tidak terbebani di bisnis online,” ujar Handaka.

Pelaku usaha sendiri tak menampik meski porsinya masih kecil, peningkatan online sangat pesat. Peritel offline pun saat ini berusaha mengintegrasikan kekuatan online untuk mendukung bisnis onlinenya.

”Jadi sekarang kami juga push layanan online dimana konsumen bisa melihat dan memilih barang via aplikasi, untuk kemudian di pick up di gerainya langsung di mall,” beber Handaka.

Perusahaan retail yang menutup gerai karena tidak melakukan inovasi yang baik. Mereka tidak bisa menyesuaikan diri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News