Penunggang Gajah, Agama, dan Politik

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Penunggang Gajah, Agama, dan Politik
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Haidt berpendapat bahwa tidak mungkin mengubah kubu atau pandangan seseorang, apalagi pandangan moral, hanya dengan argumentasi logis atau data. Kita harus menyentuh intuisi yang lain, kita harus berupaya menggerakkan sang gajah.

Hal ini butuh waktu yang lebih lama. Namun, kemungkinan berhasilnya juga lebih besar.

Untuk itu, hal penting yang dibutuhkan ialah empati. Kita perlu selalu mencoba mencari dan menemukan persamaan ketimbang menonjolkan perbedaan.

Manusia secara naluriah lebih suka membentuk kelompok yang membuat nyaman karena ada kesamaan. Naluri itu tidak bisa dihindari atau dipadamkan sama sekali.

Namun, kita bisa memperluas batas kelompok. Kita bisa meluaskan cakupan kelompok.

Awalnya, secara alami manusia hanya peduli kepada kerabat terdekat saja. Namun kita kemudian bisa peduli kepada rekan sekampung, atau kelompok etnis, atau kelompok agama, atau kelompok hobi dan olahraga.

Idealnya kita terus meluaskan empati pada kelompok yang semakin besar, yang mencakup makin beragam anggota, seperti kelompok kebangsaan, lalu kelompok kemanusiaan.

Mungkin ini terasa sebagai angan-angan yang jauh. Mungkin ini lebih mirip khayalan, seperti yang disenandungkan John Lenon dalam lagu Imagine.(***)


Berita Selanjutnya:
False Flag Rocky Gerung

Satu kadrun, lainnya cebong. Isu apa pun yang muncul hampir selalu membelah opini bangsa ini menjadi dua kubu yang berhadap-hadapan secara detrimental.

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News