Perang Melawan Biawak di Gaza

Perang Melawan Biawak di Gaza
Perang Melawan Biawak di Gaza
Celakanya, di masyarakat biawak tidak ada para seniman, budayawan atau rohaniawan yang berani mengkritik kebijaksanaan pemerintahan biawak. Para pakar selalu cenderung mendukung Dinasti Kebiawakan. Bahkan ada seorang filsuf yang menulis buku bertajuk “Runtuhnya Kemanusiaan.” Tak seperti pujangga Ronggowarsito yang berani mengecam kebijakan raja-raja di tanah Jawa.

Karel Capek

Kisah republik biawak ini memang hanya ada dalam novel berjudul War with the Newts atau Perang dengan Biawak karya Karel Capek (1890-1938), seorang pengarang Cekoslavia yang ditulisnya pada 1924. Tapi, ah, siapa pula yang percaya kepada novel?

Anda pun silakan saja skeptis dan mengangkat bahu, walaupun terbukti kemudian Perang Dunia II meletus pada 1939, 15 tahun setelah novel itu ditulis, justru tragisnya Karel Capek wafat pada 1938. Beberapa tahun kemudian kita tahu bom atom pun meluluh-lantakkan kemanusiaan di Nagasaki dan Hirosyima pada 1945.

Bangsa biawak amat dahsyat. Elan seksualitasnya super sehingga populasinya mengalahkan kelinci dan babi. Manusia, masih dalam kisah itu, tersentak juga sehingga membangkitkan gerakan anti biawak. Bertaburanlah komunitas anti biawak, mungkin seperti merebaknya berbagai anti Perang Israel-Gaza di seluruh dunia, termasuk oleh komunitas Yahudi di luar Israel.

Novel Karel Capek telah melukiskan barbarisme ekonomi, politik dan perang modern bagaikan takdir masa depan yang tak terelak. “Biawakisme” yang ditulis Karel hampir 85 tahun yang lampau rasanya seperti bercerita tentang jerit tangis dan erang kematian anak-anak, perempuan tua, para pemuda dan lelaki-lelaki malang di Gaza.

WAHAI putri berwajah jelita bernama Syahrazad, betapa piawai engkau berkisah dan bertutur. Syahdan, engkau menjinakkan keliaran angkara murka yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News