Perempuan-perempuan Indonesia yang Ingin Bantu Menyuarakan Kelompok Minoritas di Australia

Perempuan-perempuan Indonesia yang Ingin Bantu Menyuarakan Kelompok Minoritas di Australia
Karya digital Rani Pramesti yang menceritakan tentang kerusuhan 1998. (Chinese Whispers)

Ia telah menginspirasi anak-anak muda di dunia profesional, khususnya keturunan Asia, untuk berani menjadi pemimpin di dunia korporat.

Wendy juga aktif menyuarakan pentingnya keberagaman dan kebudayaan inklusif di kantor untuk melawan rasisme di tempat kerja.

"Menurut saya organisasi bisa maju bila di dalamnya ada pemikiran dan perspektif yang beragam, terutama di level pemimpin," katanya.

Mengubah rasa sakit menjadi seni

Kerusuhan 1998 juga meninggalkan luka bagi Rani Pramesti, perempuan keturunan Tionghoa-Jawa, yang meninggalkan Jakarta ke Australia saat umurnya 12 tahun.

"Pada kerusuhan Mei 98, saya mengalami seperti apa rasanya tidak diperlakukan secara manusiawi," katanya.

Rani yang juga menjadi salah satu finalis penghargaan "40 Under 40" menerbitkan novel grafis digital berjudul "Chinese Whispers" pada tahun 2013.

Di dalamnya, ia bercerita tentang perspektif dan refleksi perempuan keturunan Tionghoa atas kerusuhan 1998.

Rani yang sekarang berusia 36 tahun ingin membantu komunitas minoritas di Australia, yang seringkali kurang terwakili keberadaannya baik di media atau dalam bermasyarakat.

Inilah perempuan-perempuan Indonesia keturunan Tionghoa yang pindah ke Australia menyusul kerusuhan Mei 1998

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News