Perempuan-perempuan Indonesia yang Ingin Bantu Menyuarakan Kelompok Minoritas di Australia

Perempuan-perempuan Indonesia yang Ingin Bantu Menyuarakan Kelompok Minoritas di Australia
Karya digital Rani Pramesti yang menceritakan tentang kerusuhan 1998. (Chinese Whispers)

"Peristiwa ini membuat saya merasa, apalagi dulu, kalau saya memiliki ras yang berbeda ... saya masih menganggap Indonesia sebagai rumah, tapi merasa tidak disambut."

Saat ini, di usianya yang ke-35 tahun, Wendy sudah meraih banyak prestasi di Australia.

Ia bekerja sebagai mitra perpajakan konsultan Deloitte Australia, di antara segelintir mitra perempuan keturunan Asia lainnya di sana.

Wendy pun menjadi salah satu finalis penghargaan "40 Under 40" yang diperuntukkan bagi warga keturunan Asia berusia di bawa 40 tahun di Australia atas kontribusi mereka di komunitas.

Bagi Wendy yang sudah lebih dari 10 tahun berkiprah sebagai konsultan multinasional tentang investasi dan operasi di Australia, keberagaman budaya di tempat kerja sangat penting.

"Kita melihat kebudayaan kepemimpinan dalam kebudayaan Barat dalam diri orang yang cenderung lebih asertif," katanya.

"Padahal kepribadian saya lebih tertutup dan tidak asertif."

Walau demikian, identitas diri Wendy ini telah membantu banyak orang di dunia kerjanya yang juga sepertinya.

Inilah perempuan-perempuan Indonesia keturunan Tionghoa yang pindah ke Australia menyusul kerusuhan Mei 1998

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News