Pertemuan Prabowo - Jokowi, Rekonsiliasi atau Pragmatisme Politik?

Oleh: Herzaky Mahendra Putra

Pertemuan Prabowo - Jokowi, Rekonsiliasi atau Pragmatisme Politik?
Pengamat Politik Manilka Research, Herzaky Mahendra Putra. Foto: Dokpri for JPNN.com

Dari sudut komunikasi politik, ada beberapa makna yang terkandung dalam pemilihan lokasi pertemuan di MRT.

Pertama, pertemuan ini dilakukan di ruang publik. Di tempat yang relatif netral. Bukan di Istana Negara, dengan Jokowi bakal menjadi tuan rumah, dan mendudukkan Prabowo selaku tamu. Bukan pula di Kertanegara ataupun Hambalang, dengan Prabowo bakal bertindak selaku tuan rumah.

Jika dilakukan di Istana Negara, Prabowo bakal kehilangan muka di hadapan sebagian besar pendukungnya. Seakan-akan Prabowo “menyerah” kalah kepada Jokowi dan bersedia mendatangi Jokowi. Bagi tokoh politik lain, sah-sah saja untuk hadir di Istana Negara menemui Jokowi.

Namun, bagi pemilih Prabowo di Pilpres 2019 lalu, apalagi buat yang meyakini adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif, kedatangan ke Istana Negara seakan-akan menunjukkan kalau Prabowo berada “di bawah” Jokowi dan ikut apa saja kata Jokowi.

Jika dilakukan di Kertanegara atau Hambalang, Jokowi yang bakal dicemooh oleh pendukungnya. Pemenang Pilpres masak “mengemis-ngemis”, datang ke markas lawan politiknya untuk mendapatkan pengakuan? Apalagi seorang Presiden petahana. Mau ditaruh dimana muka Jokowi?

Pertemuan di tempat netral, mendudukkan posisi Jokowi dan Prabowo selaku sesama capres. Sejajar. Ada mental blocking yang perlu diterobos melalui pertemuan di tempat netral jika memang ingin merakit kapal rekonsiliasi. Unsur kesetaraan merupakan bagian penting dari elemen Keadilan, satu dari empat poin penting dalam rekonsiliasi antarpihak yang bertikai menurut John Paul Lederach (1999).

Kedua, pertemuan di tempat publik ini, membuat suasana antarkedua belah pihak menjadi lebih santai. Lebih cair. Ini perlu sebagai awal dalam meredakan ketegangan. Prabowo dan Jokowi pun kelihatan lebih lepas dan nyaman dalam pertemuan ini.

Situasi ini juga memberikan sinyal kepada pendukung keduanya, agar bisa menjalin relasi dengan kubu lain dalam situasi yang cair, santai. Bukan sibuk bersitegang, melainkan mencoba untuk menjalin relasi informal sebagai awal. Situasi formal dalam pertemuan antarkedua belah pihak yang sebelumnya bertikai, bisa memunculkan kekakuan dan ketidaknyamanan.

Pertemuan Jokowi dan Prabowo, diyakini banyak pihak merupakan langkah awal menuju rekonsiliasi dan cairnya polarisasi antar-pendukung kedua tokoh tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News