Pesan dari Kiai tentang Kejatuhan Jenderal akibat Malari

Pesan dari Kiai tentang Kejatuhan Jenderal akibat Malari
Jenderal Soemitro. Foto: reproduksi dari buku 'Soemitro, From Commander of Indonesian Security Aparatus' karya Ramadhan K.H.

Saat itu Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani merupakan asisten pribadi atau aspri Presiden Soeharto, sehingga dikenal punya pengaruh.

Oleh karena itu, Soemitro merasa tidak perlu melakukan tindakan terhadap Ali Moertopo. Selain itu, Soedjono juga kerap tidur di kantor Kopkamtib bersama Soemitro.

Namun, Hisbullah bergeming. Dia terus menatap sahibulbait.

Utusan Kiai As’ad itu meragukan pernyataan Soemitro. Walakin, Soemitro tidak mau bertindak, apalagi terhadap mahasiswa.

Sampai akhirnya Soemitro memperoleh laporan tentang kondisi Jakarta. Barulah akirnya dia tersadar.

“Saya mulai curiga pada situasi itu,” katanya.

Jurnalis senior Panda Nababan mengisahkan situasi Jakarta pada 15 Januari 1974 benar-benar kacau.

“Sedikitnya 11 orang meninggal dunia, 17 orang luka berat, 120 orang luka ringan, 807 mobil dan 187 motor hancur berat karena dirusak atau dibakar, 145 gedung juga dirusak atau dibakar, dan 775 orang ditahan,” ujar jurnalis cum politikus itu dalam autobirografinya yang berjudul Jurnalisme Panda Nababan Menembus Fakta.

Jenderal Soemitro lengser dari jabatan Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) pasca-peristiwa Malari pada 15 Januari 1974.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News