Pilih Amerika atau Tiongkok

 Pilih Amerika atau Tiongkok
Dahlan Iskan. Ilustrasi: Jawa Pos

Beberapa teman Tionghoa saya sudah sering ke sana. Membenarkan semua kisah kemiskinan itu.

Dia sering terpaksa membagikan baju bekas di sana. Di kampung halaman leluhurnya. Dianggap orang Indonesia yang kaya.

Dua tahun kemudian, 1986, barulah saya ke Beijing. Untuk pertama kalinya. Memimpin tim nasional basket yunior ke kejuaraan Asia.

Baru kali itulah saya melihat Tiongkok. Dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa keadaan ‘Tiongkok benar-benar lebih miskin dari Indonesia’.

Tim basket itu tinggal di sebuah hotel bernama Mudan. Nama bunga.

Di halaman hotel itu berceceran onggokan batu bara. Dan onggokan boiler tua. Untuk masak air panas. Untuk keperluan hotel.

Jalan-jalan raya Beijing terasa lebar dan lengang. Hanya sesekali ada mobil lewat. Itu pun mobil pejabat. Belum ada orang yang punya mobil di sana.

Di kanan kiri jalan yang lapang itu banyak orang bersepeda. Seperti air bah. Berjubel. Dengan suara-suara ting-tong. Bel sepeda yang ribut.

Waktu itu Tiongkok masih sangat miskin. Lebih miskin dari Indonesia. Cerita-cerita dari Tiongkok adalah tentang kemiskinan, keruwetan, kediktatoran, komunisme.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News