Pimpinan MPR Apresiasi Kiprah Mahasiswa Indonesia di Arab Saudi

Pimpinan MPR Apresiasi Kiprah Mahasiswa Indonesia di Arab Saudi
Pimpinan MPR bertatap muka dengan warga negara dan mahasiswa Indonesia di Arab Saudi. Foto: Humas MPR RI

Menanggapi penyataan itu, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid sangat senang melihat semangat mahasiswa. Itu mengingatkan saat Hidayat belajar di Islamic University Madinah selama 13 tahun (1980-1993) untuk menempuh pendidikan sarjana hingga doktoral. Hidayat juga pernah aktif sebagai Ketua PPI cabang Arab Saudi sebelum berubah menjadi PPMI.

“Perlu dijelaskan posisi MPR (yang terdiri dari anggota DPR dan DPD RI) dalam tata negara memang berbeda dengan pemerintah atau Presiden dan kabinetnya. Posisi kami mengawasi jalannya pemerintahan sesuai UUD NRI 1945 dan UU terkait. Jika sikap pemerintah sudah sejalan dengan semangat konstitusi, maka kita dukung. Bila menyimpang, kami akan ingatkan," Hidayat menegaskan.

Berkaitan dengan sikap dan kebijakan pemerintah terhadap isu-isu kemanusiaan memiliki koridor tersendiri, yang biasa disebut kepentingan nasional. Namun, konstitusi juga menggariskan prinsip yang harus dipegang pemerintah dalam menjalankan kebijakan.

"Dalam kaitan dengan isu Palestina, kami melihat pemerintah sudah cukup serius. Mulai dari upaya diplomatik di forum internasional maupun tindakan di lapangan. Namun, dalam isu Uighur yang mencuat saat ini, kami ingatkan agar pemerintah Indonesia jangan sekadar menjadi penonton. Karena sudah 22 negara anggota PBB yang menyetujui petisi agar pemerintah RRC diminta penjelasan Komisi HAM PBB," ungkap Hidayat.

Sikap pemerintah jangan pasif yang dibungkus istilah soft diplomacy, karena politik luar negeri kita berprinsip bebas-aktif. Indonesia bisa mendorong dibentuknya komisi pencari fakta independen yang beranggotakan tokoh-tokoh profesional dan kredibel dari berbagai negara.

Hidayat turut prihatin dengan pengalaman buruk yang dialami mahasiswa berkaitan salah kaprah politik identitas. Selama ini, kata Hidayat politik identitas dikaitkan dengan radikalisme Islam. Padahal, radikalisme sekuler atau liberal, merupakan identitas juga. Demikian pula bangsa Indonesia memegang Pancasila sebagai identitas nasional.

Upaya framing dan labelling terhadap gerak-gerik umat Islam akan melemahkan ikatan kebangsaan, tidak hanya merugikan sekelompok warga negara. Oleh karena itu, Hidayat berharap mahasiswa tetap menjaga idealisme di tengah perjuangan untuk menuntaskan studi.(jpnn)

Sikap pemerintah jangan pasif yang dibungkus istilah soft diplomacy, karena politik luar negeri kita berprinsip bebas dan aktif.


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News