Pinangki

Pinangki
Pinangki Sirna Malasari saat mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sepuluh meter berarti sepuluh miliar. Lalu ada kata "ton" untuk menyebut "triliun" karena awalannya sama-sama huruf "T". Satu ton berarti satu triliun.

Bahasa dan semiotika korupsi memang selalu rumit dan berbelit. Dr Aceng Abdullah, pakar komunikasi dari Universitas Padjadjaran, Bandung meneliti semiotika korupsi ini dalam disertasi doktoralnya berjudul "Komunikasi Korupsi: Studi Etnografi Komunikasi Tentang Bahasa yang Digunakan dalam Aktivitas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme" (2013).

Abdullah menemukan adanya bahasa isoterik yang hanya dipakai dan dipahami secara terbatas dan tertutup di kalangan pelaku korupsi.

Abdullah mengidentifikasi sedikitnya sebelas istilah yang banyak dipakai untuk mengaburkan korupsi, misalnya uang lelah, uang bensin, dan bahkan shodaqah.

Studi terbaru dari Aspinall dan Berenschot (2019) "Democracy for Sale" juga menyoroti peliknya korupsi klientelisme yang melibatkan anggaran negara, melalui bagi-bagi proyek dari pejabat (patron) dan pengusaha (klien) sebagai imbalan dukungan politik.

Setiap kali ada hajatan pilkada selalu ada transaksi jual beli dukungan antara calon dengan investor.

Menkopolhukam Mahfud MD mengakui bahwa 92 persen pilkada didanai oleh cukong.

Karena itu setelah calon menang dia melakukan korupsi anggaran untuk membayar modal para cukong.

Di Arab Saudi koruptor dipotong tangannya. Di China koruptor dipotong lehernya. Di Indonesia koruptor dipotong...

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News