Please, Jangan Hancurkan Indonesia dengan SARA

Please, Jangan Hancurkan Indonesia dengan SARA
Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Aktivis '98 Bernard Haloho menilai isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) tidak hanya digunakan dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Sebab, jauh sebelumnya isu SARA telah berkali-kali digunakan seperti pada masa-masa reformasi.

Bernard mengatakan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat mau tampil menjadi presiden pada 1999 juga dihantam isu SARA. Alasannya, kala itu karena Indonesia dianggap belum siap menerima perempuan menjadi pemimpin.

“Kemudian gerakan menjatuhkan Gus Dur, seakan-akan beliau punya kesalahan hukum. Berikutnya waktu Joko Widodo (mau jadi Gubernur DKI,red) dan waktu pemilihan presiden, itu tak berhenti," ujar Bernard pada diskusi publik yang digelar Rumah Gerakan'98, Selasa (11/1).

Menurut Bernard, meski isu SARA sempat menghambat Mega, namun kemudian terbukti tak berhasil. Demikian juga untuk menghambat Jokowi untuk menjadi gubernur dan presiden.

Kondisi tersebut membuktikan masyarakat Indonesia lebih cerdas dari tokoh-tokoh yang ada. Karenanya, Bernard menganggap publik sudah lebih bijaksana ketimbang para elite.

Bernard menegaskan, banyak politikus yang memasang wajah ganda. “Di satu sisi sepakat ujaran kebencian tak dilakukan, tapi faktanya dalam konteks pergerakan, tak (mungkin,red) ada kerumunan besar menuju satu titik kalau tidak diorganisir," ujar Bernard.

Karenanya demi menjaga demokrasi tetap terpelihara dengan baik, lanjutnya, para aktivis'98  siap berdiri di garda terdepan. Ia menegaskan, menjaga NKRI merupakan kewajiban seluruh komponenbangsa.

"Negara ini tak boleh diseret ke tepi jurang kehancuran. Kami punya kewajiban moral untuk mengingatkan itu," ujar Bernard.(gir/jpnn)

JAKARTA - Aktivis '98 Bernard Haloho menilai isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) tidak hanya digunakan dalam Pemilihan Gubernur DKI

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News