Polisi, KPK & Nikolai Gogol

Polisi, KPK & Nikolai Gogol
Polisi, KPK & Nikolai Gogol
Syahdan, KPK lahir karena para penindak dan pembersih yang ada belum sebagaimana diharapkan - bahkan agak mengecewakan. Setidaknya demikian yang tercantum dalam konsiderans UU tentang KPK. Tapi setelah KPK bereksistensi beberapa tahun terakhir ini, muncullah rivalitas antar-sesama penindak dan pembersih.

Barangkali kata "rivalitas" itu pun masih bisa diperdebatkan. Tapi ketika KPK membidik oknum jaksa dalam kasus Arthalita dan Jaksa Oerip, dan kini seorang perwira polisi pula, sebetulnya jamak saja. Sejamak jika polisi pun menetapkan dua pimpinan KPK menjadi terdakwa penyalahgunaan wewenang yang sekarang ramai didiskusikan.

Harus diverifikasi bahwa kasus ini bukan kasus lembaga. Tapi personal dari lembaga-lembaga itu, yang jika memang terbukti berbuat pidana, maka wajar saja harus menuai ganjaran. Semua orang sama di mata hukum, bukan? Yang penting tidak mengada-ada. Kuat dasar hukumnya, serta bukan pepesan kosong. Sebab jika terbukti tak bersalah, di ujung menanti vonis bebas.

Yang menjadi persoalan, jumlah personal di KPK terbatas. Jika dua pimpinan KPK kini menjadi "tersangka" menyusul status Antasari dalam kasus pembunuhan Nasruddin, sekarang pimpinan KPK tinggal dua orang. Sebetulnya, tak dapat dikatakan bahwa KPK telah dibonsai jika mekanisme pergantian pimpinan KPK bisa berjalan tanpa ada masa vakum yang berkepanjangan.

SAYA terbahak-bahak ketika teringat karya Nikolai Gogol, pengarang besar Rusia yang menulis naskah drama "Inspektur Jenderal". Nikolai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News