Polisi Percuma

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Polisi Percuma
Ilustrasi Polri. Foto: Ricardo/JPNN.com

Para aktivis gerakan perempuan dan perlindungan anak bereaksi keras terhadap penghentian kasus itu. Kalau para korban perkosaan harus menunjukkan bukti dan saksi, maka sampai kapan pun kasus perkosaan akan sulit dibuktikan.

Kasus inses di Luwu Timur itu dilakukan bapak terhadap anak-anaknya di rumahnya sendiri, sehingga hampir mustahil menemukan barang bukti dan saksi.

Tagar ‘’Percuma Lapor Polisi’’ pun muncul menjadi trending topic selama berhari-hari. Cara-cara polisi menangani kasus itu dianggap tidak profesional dan tidak update, sehingga dianggap percuma melapor ke polisi.

Tidak mau kalah, polisi pun membuat tagar ‘’Polisi Sudah Sesuai Prosedur’’ untuk membela diri. Perang tagar pun ramai di media sosial. Polisi membantah sengaja melakukan perang tagar. Yang dilakukan adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa polisi sudah menangani kasus itu sesuai prosedur.

Alih-alih mereda, kecaman terhadap polisi makin ramai setelah muncul kasus Novia Widyasari. Mahasiswa perguruan tinggi negeri di Malang itu bunuh diri minum racun sianida di atas makam ayahnya di daerah Mojokerto, Jawa Timur.

Novia menjadi korban perkosaan sampai hamil dua kali oleh anggota polisi yang kemudian memaksa Novia melakukan aborsi.

Novia memilih jalan nekat itu karena merasa tidak ada lagi jalan keadilan yang bisa diambil. Mungkin Novia berpikir ‘’Percuma Lapor Polisi’’ karena dia pasti menghadapi prosedur yang sulit dan malah bisa menjebak dirinya sendiri.

Membuktikan terjadinya perkosaan sistematis dan paksaan melakukan aborsi, pasti bukan sesuatu yang mudah dilakukan oleh seorang korban. Apalagi pelakunya adalah polisi. Bunuh diri pun diambil sebagai jalan pintas untuk mengakhiri masalah.

Pada kejadian lainnya polisi meminta ganti pungli dengan beberapa butir durian dari sopir yang melanggar aturan lalu lintas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News