Politik Uang Mengkhawatirkan

Politik Uang Mengkhawatirkan
Politik Uang Mengkhawatirkan
JAKARTA - Politik uang yang marak dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah mencapai titik membahayakan demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Politik transaksional seperti jual-beli suara lumrah dalam Pilkada, tanpa pernah pelakukan ditindak secara hukum. 

"Padahal demokrasi harus dibarengi dengan penegakan hukum. Jika demokrasi tanpa hukum, yang terjadi adalah kekacauan," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md ketika berbicara dalam Lecturer Series on Democracy yang diselenggarakan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (5/4).

Mahfud menjelaskan, terjadi semacam paradoks dalam pembangunan demokrasi Indonesia saat ini. Sebagian kalangan menganggap demokrasi Indonesia kini mengalami kemajuan pesat, sedangkan sebagian yang lain menilai demokrasi di negeri ini sudah kebablasan. "Mereka yang bilang demokrasi Indonesia lebih maju berargumen, orang sekarang bebas mendirikan partai politik dengan syarat beranggotakan 50 orang. Sehingga demokrasi kita dikatakan bagus, tidak menghalang hak asasi orang untuk mendirikan partai politik," kata Mahfud.

Selain itu, lanjutnya, pers di Indonesia juga lebih bebas memberitakan apa saja, tanpa takut dibredel seperti pada masa lalu. Gerakan-gerakan masyarakat sipil pun sudah jauh berkembang lebih baik daripada tahun-tahun silam. Ditambah lagi pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden maupun pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung dan demokratis. "Itulah sebabnya Indonesia disebut negara demokrasi terbesar ketiga di dunia," imbuh Mahfud di hadapan para akademisi FISIP UIN Syarif Hidayatullah.

JAKARTA - Politik uang yang marak dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah mencapai titik membahayakan demokrasi yang sedang dibangun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News