Politikus PDIP Arteria Dahlan Ingatkan KPK Setop Mendikte Presiden

Politikus PDIP Arteria Dahlan Ingatkan KPK Setop Mendikte Presiden
Politikus PDIP sekaligus Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan (kedua kiri) saat diskusi bertajuk "Prospek Pemberantasan Korupsi Pasca Revis UU KPK” di Jakarta, Rabu (11/12). Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Poliitkus PDI Perjuangan yang juga Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ticak boleh mendikte Presiden. Sebab, KPK merupakan bagian dari eksekutif.

Arteria menjelaskan hal tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

UU KPK hasil revisi telah menempatkan KPK sebagai lembaga negara penegak hukum pembantu presiden di bidang korupsi. Menurut dia, salah satu tujuan DPR dan pemerintah melakukan revisi UU KPK agar memberikan kepastian terkait status KPK.

“KPK ini alat negara, lembaga negara penegak hukum pembantu presiden di bidang korupsi. Jadi, tidak boleh mendikte presiden," tegas Arteria saat diskusi bertajuk "Prospek Pemberantasan Korupsi Pasca Revis UU KPK” di Jakarta, Rabu (11/12).

Selain Arteria Dahlan, pembicara lain dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Lintas Hukum Indonesia adalah mantan Komisioner KPKPN sekaligus Advokat Peradi Petrus Selestinus, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S pane dan Mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Chairul Imam.

Menurut Arteria, kinerja KPK sekarang dengan payung hukum UU KPK lama belum memberikan harapan postitif bagi masyarakat dalam konteks penegakan hukum.

“UU KPK direvisi karena kami ingin pemberantasan korupsi lebih maksimal, lebih dipercaya, dan lebih tajam ke depannya,” tegas Politikus PDI Perjuangan ini.

Arteria mengatakan masyarakat juga sudah tidak tepat lagi untuk mempermasalahkan UU KPK yang ada. Pasalnya, seluruh Komisioner KPK yang baru menerima keberadaan UU tersebut.

Chairul berharap pimpinan KPK yang baru bisa mengoreksi total pelaksanaan tugas yang selama ini dianggap menyimpang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News