Polri Tak Merasa Butuh Tes Kejiwaan Berkala

Polri Tak Merasa Butuh Tes Kejiwaan Berkala
Brigadir Petrus Bakus. FOTO: pontianak post/jpnn.com

jpnn.com - JAKARTA— Kasus mutilasi yang dilakukan Brigadir Petrus Bakus pada dua anaknya diduga karena anggota Polres Melawi itu karena sakit jiwa, tepatnya skizofrenia. Prilaku keji karena sakit jiwa itu, sayangnya belum membuat Polri tergugah untuk melakukan tes kesehatan jiwa secara berkala. Padahal, beban kerja seorang anggota polisi begitu besar dan memicu stres.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, sebenarnya tes kejiwaan telah dilakukan untuk memfilter setiap orang yang ingin bergabung dengan kepolisian. Namun, dalam kasus Brigadir Petrus kondisi kejiwaanya baru berubah setelah masuk Polri.

"Jadi memang sudah sejak beberapa tahun lalu terindikasi sakit jiwa. Sejak empat tahun lalu, kalau sesuai laporan,” kata Badrodin, Jumat (26/2).

Lalu, belajar dari kasus ini, apakah ada rencana untuk melakukan tes berkala? Badrodin mengaku belum ada. Dia merasa serangkaian tes psikologi dan kejiwaan yang dilakukan saat proses rekrutmen sudah cukup. ”Kan sudah pernah, buat apa lagi,” ujarnya.

Terkait pengawasan melekat yang seharusnya dijalankan atasannya, Badrodin juga mengelak. Menurutnya, pengawasan terus dilakukan, namun sakit semacam itu belum tentu terlihat gejalanya. ”Gejalanya muncul hanya saat ada masalah. Tapi saat kerja belum tentu kelihatan sakitnya,” paparnya.

Sementara Inspektorat Pengawas Umum (Irwasum) Polri Komjen Dwi Priyanto menjelaskan, tindakan yang dilakukan anak buahnya merupakan pidana. Tentunya, hal semua orang harus diproses secada adil di mata hukum. ”Kita akan hukum sesuai perbuatannya. Tapi tentunya dicek secara mendalam soal kesehatan jiwanya,” jelasnya. (idr/wan/dil/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News