Praktik UU KPK Sudah Terlalu Lama Melenceng dari Jalur

Praktik UU KPK Sudah Terlalu Lama Melenceng dari Jalur
Ilustrasi KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini digunakan oleh lembaga antirasuah itu dianggap tidak memenuhi unsur yuridis, filosofis dan sosiologis.

Karena itu, revisi Undang-undang KPK dianggap penting untuk mengembalikan semangat dan cita-cita pembentukan lembaga antirasuah itu.

"Sejak 2002 dipraktikan UU itu tapi dalam praktik ada yang tak betul. Sesuai aturan tak betul mencong ke kiri, ke kanan, ada kurang pas di lapangan kan begitu. Kaya mobil saja dipakai lima tahun tak diservis-servis," kata pakar hukum pidana Romli Atmasasmita saat dihubungi, Senin (9/9).

Romli menjelaskan, dari aspek filosofis, revisi UU tersebut akan mengembalikan maruah dan jati diri yang sebenarnya ketika dibentuknya KPK sebagai lembaga yang fokus menangani permasalahan korupsi.

Romli menyontohkan soal menghilangnya peran strategis KPK dewasa ini. Menurutnya, hal itu dapat dilihat dari tugas lembaga antikorupsi soal masalah kordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung), polisi dan kementerian terkait.

Pasalnya, kata Romli, untuk saat ini, pihak KPK terkadang tidak melakukan koordinasi dan supervisi apabila melakukan penindakan dengan lembaga-lembaga tersebut. Padahal, tugas utama dari KPK adalah melakukan koordinasi, selain penindakan.

"Kenapa perlu koordinasi karena KPK dianggap superbody lembaga independen. Karena kewenangan lebih dari jaksa, polisi. Lebihnya KPK bisa koordinasi supervisi kalau supervisi di jaksa dan polisi ada masalah bisa ambil alih. Sebaliknya polisi jaksa tak bisa ambil dari KPK," ujar Romli.

Selain itu, Romli juga mengkritisi soal kewenangan penyadapan KPK. Menurutnya, KPK boleh melakukan penyadapan tanpa izin dari pengadilan.

Revisi Undang-undang KPK dianggap penting untuk mengembalikan semangat dan cita-cita pembentukan lembaga antirasuah itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News