Presiden Boleh Berkampanye, Pengamat Politik Singgung Integritas Politik dan Sarat Konflik Kepentingan

Presiden Boleh Berkampanye, Pengamat Politik Singgung Integritas Politik dan Sarat Konflik Kepentingan
Pemilu 2024. Foto ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Robi Nurhadi merespons pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye.

Menurut Robi Nurhadi, pernyataan presiden itu memang tidak diatur dalam regulasi yang melanggar. Namun, presiden sedang membangun suatu kebiasaan politik yang cenderung  tidak pernah terjadi di Indonesia.

“Saya mempertanyakan tentang integritas politik,” ujar Robi Nurhadi saat diskusi publik yang digelar Indonesian Youth Conggress pada Jumat (26/1/2024).

Menurut Robi, pernyataan Presiden Jokowi ini bukan pernyataan yang Netral. Artinya, ketika beliau menyampaikan itu pada posisi yang memiliki kepentingan.

"Kalau presiden menyatakan seperti itu tidak dalam posisi yang berpihak dalam arti tidak ada kepentingan keberpihakan sebelumnya, maka kami bisa melihat suatu hal yang wajar.

Namun, publik melihat ada kepentingan dan keberpihakan sebelumnya. Ini adalah satu persoalan,” ujar Robi Nurhadi.

Robi menjelaskan setiap perjabat itu dikenai dengan hukum status and rolle law. Kedudukan politik tentu menuntut peran politik.

Pernyataan Presiden tidak bisa dikontekskan seperti di Amerika yang sudah terbangun tradisinya. Presiden diukur dalam konsep status and rolle law.

Pengamat politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Robi Nurhadi merespons pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News