Produksi Rokok Tak Lagi Mengebul

Dipangkas Menjadi 353 Miliar Batang

Produksi Rokok Tak Lagi Mengebul
Produksi Rokok Tak Lagi Mengebul

Susiwijono mengatakan, salah satu tren menarik yang menjadi perhatian Ditjen Bea Cukai adalah shifting atau pergeseran produksi jenis rokok, yakni menyusutnya porsi rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT). Pada 2004, pangsa SKT masih mencapai 36,5 persen, sigaret kretek mesin (SKM) 55,8 persen, dan sigaret putih mesin (SPM) 7,7 persen.

Nah, pada 2013, porsi SKT merosot tinggal 26,6 persen, SKM naik menjadi 67,3 persen, dan SPM turun tipis menjadi 6,1 persen. Tahun ini, pangsanya kembali bergeser menjadi SKT 22,3 persen, SKM naik menjadi 71,2 persen, dan SPM naik tipis ke 6,5 persen.

“Ini berpengaruh pada penerimaan cukai, sebab tarif cukai rokok jenis SKM lebih tinggi dibanding SKT,” jelasnya.

Menurut Susiwijono, tren menyusutnya pangsa rokok SKT akan membuat potensi penutupan pabrik rokok yang memproduksi SKT kian besar. Sebagaimana diketahui, pada akhir Mei 2014 lalu, dua pabrik yang memproduksi SKT milik PT HM Sampoerna di Lumajang dan Jember terpaksa ditutup. “Kalau trennya berlanjut, industri SKT memang akan makin berat,” ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Heri Susianto menambahkan, penutupan dua pabrik rokok milik HM Sampoerna itu hanya fenomena gunung es dari suramnya industri rokok SKT. Dia menyebut, pada awal 2014, salah satu raksasa industri rokok Bentoel juga sudah menutup pabrik rokok kretek dan merumahkan sekitar 6.000 karyawan.

“Sebelum Bentoel, sudah ada sekitar 5.800 pabrik rokok kecil dan menengah yang gulung tikar,” ujarnya.(owi)


JAKARTA - Pengetatan berbagai regulasi dan tarif untuk komoditas hasil tembakau rupanya berhasil mengerem laju produksi rokok. Memasuki bulan ke-9


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News