Prof Sigit Menilai UU Cipta Kerja Berbahaya
jpnn.com, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI pada hari Senin (5/10) mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi UU.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Prof Sigit Riyanto menilai UU Cipta Kerja berbahaya karena pengelolaan sumber daya negara diarahkan diolah secara ekstraktif.
"Paradigma undang-undang ini menunjukkan bahwa negara kita diarahkan pada pengelolaan sumber daya ekstraktif," tutur Sigit Riyanto dalam konferensi pers daring, Selasa (6/10).
Sigit Riyanto melanjutkan, "Ini sangat berbahaya dan bertentangan dengan arus global bahwa pengelolaan sumber daya negara itu diarahkan pada proses yang inovatif dan sangat memperhatikan aspek lingkungan sebagai fundamental dari pengelolaan seluruh sumber daya yang ada di negara."
Prof Sigit menilai UU Cipta Kerja itu menggunakan pendekatan liberal kapitalistik dalam pengelolaan sumber daya negara sehingga tidak sesuai dengan konstitusi dan pandangan pendiri bangsa.
Menurutnya, UU itu pada saat yang sama justru mengesampingkan perlindungan kepada warga negara sehingga makin termaginalisasi.
Penyusunan undang-undang, menurut Sigit Riyanto, semestinya tunduk pada kaidah dan cara yang mengacu pada peraturan hukum yang baik, dapat dipertanggungjawabkan, dan visioner.
Namun, dalam penyusunan RUU Cipta Kerja, lanjut dia, masukan dari akademisi, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan justru diabaikan.
Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto menilai UU Cipta Kerja berbahaya, simak penjelasannya.
- UU Cipta Kerja Wujudkan Ekonomi Indonesia Lebih Inklusif
- Mudahkan Perizinan Dasar Berusaha, UU Cipta Kerja Pacu Pertumbuhan Ekonomi 2024
- UU Cipta Kerja Bikin Perizinan Cukup Satu Pintu, Termasuk soal PBG
- Dukung Pendidikan Berkualitas, Dahua Serahkan Interactive Board ke FEB UGM
- Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Bersama IWAPI di Hari Perempuan Internasional
- Satgas UU Cipta Kerja Bahas Evaluasi Upah Minimum dan Kebijakan Alih Daya