Profesor Hariadi: Kebijakan KHDPK Sebagai Strategi Memulihkan Hutan di Jawa

Profesor Hariadi: Kebijakan KHDPK Sebagai Strategi Memulihkan Hutan di Jawa
Guru Besar Kebijakan Kehutanan IPB Hariadi Kartodihardjo. Foto: Dokumentadi pribadi

Dia menyebut tegakan berdiri di hutan (standing stock) yang pernah diukur, baik untuk jenis kayu jati maupun kayu rimba di Perhutani, juga menurun sebanyak 3,87 juta meter kubik selama periode 2015 hingga 2019.

Apabila ditinjau dari aspek tatakelolanya, dari diskusi mengenai penanganan konflik kepentingan dalam lingkup BUMN pada Maret 2021, Direktorat Monitoring, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan beberapa kasus di Perhutani.

Saat itu, KPK mengidentifikasi terdapat persoalan yang mendesak untuk diselesaikan.

Sejumlah persoalan tersebut antara lain indikasi kebocoran dalam penerimaan pendapatan dari kayu maupun getah, jual atau sewa lahan garapan kepada petani.

Kemudian pemilikan lahan garapan oleh oknum karyawan, oknum karyawan Perhutani sebagai pihak yang ikut kerja sama dengan Perhutani.

Selain itu, adanya penguasaan aset perusahaan yang menguntungkan karyawan dan pihak tertentu.

“Indikasi demikian itu menunjukkan bahwa kebijakan transformasi Perhutani pasca-KHDPK untuk menjadi, katakan “Perhutani Baru”, bukan hanya berhadapan dengan hal-hal teknis seperti perubahan luas hutan yang dikelola, tetapi juga berhadapan dengan kapasitas kepemimpinan serta dukungan kementerian, terutama Kementerian BUMN dan KLHK, maupun pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan tata kelola itu,” ujar Profesor Hariadi.

Menurut dia, persoalan tata kelola demikian itu diperkirakan juga dapat terjadi dalam pengelolaan KHDPK oleh pemerintah.

Profesor Hariadi Kartodihardjo menegaskan kebijakan KHDPK (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus) dipilih sebagai strategi memulihkan hutan di Jawa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News