Radikalisme Tidak Selalu Negatif dalam Agama

Radikalisme Tidak Selalu Negatif dalam Agama
Dialog publik 'Radikalisme Agama dan Ancamannya Terhadap NKRI' di Jakarta, Selasa. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Mathla’ul Anwar mengatakan hampir di setiap agama selalu ada kelompok radikal.

Karena itu, menurutnya, sikap radikal tidak bisa selalu dinilai secara negatif. Pasalnya, radikal juga bisa bermakna positif.

"Semula istilah ‘radikal’ merujuk pada karakter berpikir filsafat yang mendalam hingga menyentuh akar (radix) suatu masalah. Jika dilihat secara filsafat bisa diartikan sebagai berpikir secara radikal yang bermakna positif. Sifat berpikir filsafat yang lain adalah bebas, menyeluruh, dan obyektif," ujar Anwar dalam dialog 'Radikalisme Agama dan Ancamannya Terhadap NKRI' di Jakarta, Selasa.

Menurut Anwar, dalam khazanah pemikiran Islam, contoh berpikir radikal yang menghasilkan produk positif adalah konsep tauhid radikal (radical monotheism) yang dicetuskan Nurcholis Madjid.

Ini bermuara pada sikap hidup beragama yang percaya diri dan inklusif di tengah kemajemukan.

Namun, diakuinya, lambat laun makna positif tersebut bergeser menjadi negatif.

Yaitu sikap extreme, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

"Pada konteks beragama, maka radikalisme agama bermakna sikap ekstrem dalam beragama. Sikap ekstrem ini wujud dari cara berpikir eksklusif yang mengedepankan truth claim sehingga berujung pada sikap intoleran, dan bisa dipastikan hampir di setiap agama ada kelompok kelompok radikal tersebut," imbuhnya.

Setiap agama dipastikan memiliki kelompok yang radikal tapi tidak selalu bersifat negatif.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News