Rakyat Afghanistan Kelaparan, Taliban Malah Biarkan Dana Bantuan Rp 1,9 T Mengendap di Bank

Rakyat Afghanistan Kelaparan, Taliban Malah Biarkan Dana Bantuan Rp 1,9 T Mengendap di Bank
Arsip - Seorang pria Afghanistan menghitung uangnya setelah mata uang Afghanistan menghadapi devaluasi di Kabul, Afghanistan, September 2021. (ANTARA/WANA via Reuters/as)

jpnn.com, KABUL - Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki dana sekitar 135 juta dolar AS (Rp 1,9 triliun) di bank Afghanistan. Namun, dana tersebut tak bisa digunakan karena bank sentral yang dikelola Taliban tidak dapat menukarnya dengan mata uang lokal, afghani, kata seorang pejabat senior PBB, Kamis (3/2).

Abdallah al Dardari, kepala Program Pembangunan PBB (UNDP) di Afghanistan, mengatakan PBB telah membawa dana tersebut ke negara itu dan menyimpannya di Bank Internasional Afghanistan (AIB).

Menurut dia, bank sentral telah menjanjikan bahwa uang segar itu akan secara otomatis dikonversi ke afghani.

"Konversi ini tidak terjadi," katanya di ACAMS Global Sanctions Space Summit.

Dia menambahkan bahwa UNDP sendiri memiliki 30 juta dolar AS (Rp 431 miliar) yang tertahan di AIB dan tidak bisa dikonversi ke afghani. "Dan tanpa afghani, seperti yang Anda bayangkan, kami tidak dapat mengimplementasikan semua program kami."

Taliban, yang merebut kekuasaan pada Agustus, melarang penggunaan mata uang asing di negara itu di mana dolar AS umum digunakan.

Kelompok militan itu telah lama dikenai sanksi internasional. Menurut PBB dan kelompok-kelompok bantuan, Taliban kini menghalangi operasi kemanusiaan di Afghanistan, di mana separuh lebih dari 39 juta penduduk negara itu menderita kelaparan ekstrem, sementara ekonomi, pendidikan, dan layanan sosial menghadapi kehancuran.

Miliaran dolar dalam cadangan bank sentral Afghanistan dan bantuan pembangunan asing telah dibekukan untuk mencegah dana itu jatuh ke tangan Taliban.

Menurut PBB dan kelompok-kelompok bantuan, Taliban kini menghalangi operasi kemanusiaan di Afghanistan

Sumber Antara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News