Red Notice untuk La Nyalla jadi Perdebatan

Red Notice untuk La Nyalla jadi Perdebatan
Ketua Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Masuknya Ketua Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Kejaksaan Agung menjadi perdebatan. Pakar hukum menilai tindakan itu berlebihan. Sebab, La Nyalla tengah mengajukan proses hukum yang menjadi haknya, yaitu praperadilan. Permintaan red notice pun diyakini ditolak negara-negara anggota Interpol.

Red Notice adalah permintaan pencarian tersangka, terdakwa, atau terpidana yang diduga melarikan diri ke negara lain dengan maksud dilakukan pencarian, penangkapan, dan penahanan untuk diekstradisikan. Hal tersebut disampaikan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul. Menurut dia, kejaksaan seharusnya menghormati permintaan La Nyalla untuk menunda pemeriksaannya sebagai tersangka karena masih berlangsungnya praperadilan.

’’Praperadilan itu sudah diatur dalam KUHAP, harusnya dihormati prosesnya,’’ ujar Chudry saat dikonfirmasi via telepon kemarin. Menurut dia, La Nyalla yang masuk daftar pencarian orang (DPO), kemudian diikuti penerbitan red notice juga berlebihan. Sebab, penetapan La Nyalla sebagai tersangka tengah diuji dalam praperadilan.

Dalam UU No 1/2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana, permintaan untuk red notice harus mencantumkan pokok masalah dan hakikat penyidikan. ’’Bagaimana red notice bisa dikabulkan negara-negara anggota Interpol ketika penetapan tersangkanya masih dalam proses pengujian praperadilan,’’ jelasnya.

Chudry yakin permintaan red notice bakal ditolak. Sebab, dalam praktik acara pidana internasional, saat mengajukan praperadilan terhadap penetapan tersangkanya, dia dilingkupi azas presumption of innocence.

Sementara itu, Kejati Jatim menganggap langkah itu sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Kepala Seksi Penerangan Hukum Romy Arizyanto menuturkan, sebelum masuk DPO, penyidik melakukan banyak tahapan.

Salah satunya memanggil tersangka secara patut melalui surat. Menurut dia, sesuai pasal 227 KUHAP, pemanggilan untuk menjalani pemeriksaan diberi tenggat tiga hari. ’’Kami melayangkan panggilan ada yang lebih dari tiga hari,’’ katanya.

Setelah tiga kali mangkir, lanjut Romy, penyidik mencari keberadaannya untuk dijemput secara paksa. Menurut dia, sesuai pasal 112 KUHAP, tersangka yang dua kali mangkir dari panggilan wajib dibawa petugas untuk menghadap ke penyidik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News