Revisi Permen PLTS Atap Dinilai Berpotensi Dorong Masyarakat Keluar dari Jaringan PLN

Revisi Permen PLTS Atap Dinilai Berpotensi Dorong Masyarakat Keluar dari Jaringan PLN
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan PLTS Atap merupakan salah satu program yang didorong pemerintah untuk mengisi gap pencapaian target bauran energi terbarukan. Foto tangkapan layar zoom

Lebih jauh dia mengatakan kalau masyarakat sudah terlanjur meninggalkan grid, maka akan sangat sulit untuk menarik kembali ke grid. Diperlukan effort yang sangat luar biasa untuk menarik kembali menjadi pelanggan PLN

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim setuju dengan pendapat Sumaryo. Menurutnya bila dibandingkan dengan Permen sebelumnya dan juga menurut beberapa pelaku usaha dengan tidak adanya ekspor dihitung walaupun kapasitas bebas daya tariknya akan turun. 

Nah, kalau sebanyak yang bisa tanpa ekspor tentu hal ini tidak akan menggenjot, padahal jika mau meningkatkan bauran energi terbarukan, yang paling bisa diandalkan dengan cepat dan luas itu adalah PLTS. 

"Jadi, peraturan ini sebenarnya harus diuji dahulu secara simulasi, apakah dengan peraturan ini serta-merta investasi di bidang PLTS baik oleh industri maupun bukan industri itu akan menarik," ujar mantan direktur Distribusi dan Transmisi PLN ini. 

Lebih lanjut Herman mengatakan PLTS Atap sebetulnya salah satu opsi untuk mendorong pengembangan energi terbarukan di mana pemerintah dalam hal ini PLN tidak perlu melakukan investasi pembangunan pembangkit. Sebab, tingkat partisipasi dan minat yang sangat tinggi dari masyarakat, baik rumah tangga maupun industri.  

Perbaikan peraturan ini harus memberi peluang, supaya agar ada insentif ekspor yang dihitung sehingga menarik bagi pelanggan, tetapi PLN juga tidak boleh dirugikan. Dahulu ada tiga hal sebenarnya harus diatur, yaitu tentang kapasitas yang dibatasi 100%. 

Kedua tentang harga yang dianggap dibeli atau harganya sama dengan 65%, karena dari energi yang diekspor yang diakui hanya 65%. Sekarang di Permen Nomor 26 diakui 100% kapasitasnya, tetapi akibatnya PLN merasa kurang, agak dirugikan atau tidak pada posisi yang ikut win-win dengan adanya PLTS Atap. 

Sebetulnya ujarnya, peraturan yang diperlukan adalah harga tetap sama dengan 1 banding 1. Jadi, kalau dia beli dari PLN misalnya, harganya 1.500 ekspornya dibayar 1.500 juga. Cuma yang perlu dibatas adalah berapa energi boleh diekspor. 

Revisi Permen PLTS Atap dinilai berpotensi mendorong masyarakat keluar dari jaringan PLN.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News