Revisi UU KPK Hingga Akali Aturan MK, Jokowi Dinilai Rakus Kekuasaan

Revisi UU KPK Hingga Akali Aturan MK, Jokowi Dinilai Rakus Kekuasaan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20/P Tahun 2024 terkait pemberhentian dengan hormat Mahfud MD dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Foto/Arsip: Ricardo/JPNN.com

Namun, karena Jokowi haus kekuasaan, akhirnya aturan tersebut diotak-atik dimulai dari upaya amendemen UUD 1945, menambah jabatan presiden menjadi 3 periode, mantan presiden bisa maju sebagai wakil presiden.

Kemudian yang lebih vulgar adalah mengabulkan batas usia capres menjadi di bawah 40 tahun bagi kepala daerah yang dipilih melalui Pemilu di MK.

“Ketiga dengan cara yang vulgar juga, yakni mengakali agar anak Jokowi bisa menjadi Cawapres dengan cara minta pendapat MK atau memaksakan MK  agar membatalkan syarat usia cawapres. Itu dilakukan dengan cara meruntuhkan lembaga atau the garden of konstitusi,” ujar Sekretaris Prodi Hukum Tata Negara di UIN Yogya ini.

Gugun menegaskan bahwa Jokowi rakus kekuasaan melebihi Presiden Soeharto, dia mengorbankan Anwar Usman dan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang disidang karena etik imbas dari permainan politik Jokowi.

Tak hanya soal Pemilu, Jokowi juga secara nyata telah merusak muruah KPK dengan merevisi UU tentang pemberantasan korupsi. Padahal, kata dia, KPK adalah salah satu lembaga yang mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat.

“Sikap Jokowi ini jelas merusak muruah KPK,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Co-Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia diambang kehancuran, akibat segelintir orang. Mereka berupaya menekan kekuatan rakyat agar tidak mengambil peranan di Pemilu 2024.

“Padahal kita tahu bahwa demokrasi itu ya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rasanya itu jauh dari semangat penguasa saat ini,” ujarnya.

Presiden Jokowi terus mendapatkan sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama dari kelompok akademisi dan aktivis demokrasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News