Revitalisasi Sejarah, Dimulai dari Anak-Anak Muda

Revitalisasi Sejarah, Dimulai dari Anak-Anak Muda
Revitalisasi Sejarah, Dimulai dari Anak-Anak Muda

Kombinasi desain interior, desain dinding yang menyesuaikan koleksi yang ditampilkan. Di dinding itu sudah dijelaskan nama, proses pembuatan, dan histori pembuatan dengan multimedia yang canggih. Display melalui LED menambah kuat kesan barang-barang yang dipamerkan itu betul-betul tak ternilai harganya. Ada beberapa gemstones, karya seni ukir dari coral (karang laut) yang amat detail, kecil-kecil, bercerita dan harus diteropong dengan kaca pembesar.

Kesimpulan saya: “perfect!”  Kemasan bagus, desain bagus, presentasi bagus, tempat bagus, bersih, tidak horor, tidak bau, tidak jorok, dan seolah membawa imajinasi kita pada tempo dulu yang sangat sempurna. Pantes saja, museum menjadi objek wisata yang bisa diandalkan di Taipei.

Hal yang sama juga terjadi di museum Chiang Kai Shek. Anda tidak perlu pusing-pusing menuju ke kompleks yang didesain Yang Cho-cheng itu. Sangat mudah  ditempuh dengan MRT (kereta bawah tanah, red). Keluar stasiun CKS Memorial Park, langsung sudah berada di salah satu sudut taman peninggalan tokoh pendiri Taiwan yang berdiri 31 Oktober 1976 itu. Kesan saya sama, terawat, termanaj, tertata dengan sangat rapi dan bersih. Termasuk koleksi sedan Cadilac hitamnya yang masih gagah.

Sangat strategis, di dalam kota. Ada tiga bangunan besar, dan di kubah yang paling menjulang, dengan 89 anak tangga, dan 76 meter itulah patung perunggu Chiang Kai Shek duduk sambil mengumbar senyum. Mirip dengan patung yang dibangun Pemerintah China di sebuah bukit di Nanjing, Provinsi Jiangsu. Untuk menuju ke dome utama itu pengunjung harus menaiki lebih dari 300 anak tangga.

Bangunan kuno seperti yang dipamerkan di San Domingo itu misalnya.  Di Indonesia, jumlahnya tak terhitung dengan jari. Ratusan, dan setiap kota yang pernah diduduki tentara Belanda, pasti punya peninggalan bangunan dengan arsitektural Eropa itu. Pilarnya melengkung-melengkung, simetris kiri dan kanan, ukuran tiangnya besar-besar, dan dibangun di kawasan yang strategis atau mengambil view yang indah. Indonesia adalah negara heritage, yang seharusnya tidak kalah dengan Taiwan, jika terkelola dengan baik.

Begitupun benteng pertahanan Hobe, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari San Domingo itu. Kita kaya akan benteng peninggalan Belanda, di semua kota strategis di Indonesia. Tapi, hampir semua tidak terawat dengan menyenangkan. Hampir semuanya tidak memikat anak-anak muda, sehingga ada atau tidak adanya bangunan itu seperti tidak berdampak apapun terhadap kecintaan pada sejarah. Lalu apa yang sudah dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif? Ah, pasti sudah dipikirkan! (*)


Sejarah memang membosankan. Sejarah itu masa lalu, kuno, dan konsumsi orang-orang beruban saja. Sejarah itu hanya ada di literatur, kitab-kitab jadul,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News