Reza Indragiri, Master Langka Bidang Psikologi Forensik

Tak Butuh Empati, Curiga Jadi Senjata Utama

Reza Indragiri, Master Langka Bidang Psikologi Forensik
Foto : Naufal Widi/JAWA POS
Reza merupakan satu dari sedikit orang yang secara khusus menekuni psikologi forensik. Mungkin juga, baru dia yang menjadi master psikologi forensik pertama di Indonesia. Ketua Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara (Binus), Jakarta, itu memperoleh gelar MCrim (Forpsych) dari University of Melbourne, Australia.

   

Lebih lanjut pria kelahiran 19 Desember 1974 itu menjelaskan, psikologi forensik tidak untuk menimbulkan empati. "Kalau begitu, bisa-bisa yang timbul adalah yang baik-baik," terang Reza. Sebaliknya, saat melakukan pemeriksaan atau observasi, dia datang untuk membuktikan bahwa sesuatu itu tidak benar. "Jadi, yang kita kedepankan adalah curiga," katanya.

   

Lulusan psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta itu menerangkan, psikologi forensik merupakan cabang ilmu psikologi yang membicarakan korban dan aktor kejahatan untuk kepentingan criminal justice system (penegakan hukum). Ilmu itu ada sejak 1901, ketika terbit buku On The Witness Stand. Buku ini menceritakan dinamika psikologis saksi ketika dihadirkan dalam persidangan.

   

Namun, oleh otoritas tertinggi psikologi, The American Psychological Association (APA), psikologi forensik baru diakui sebagai cabang ilmu tersendiri pada 1991. Meski demikian, untuk kepentingan penegakan hukum di Indonesia, penggunaan psikologi forensik masih sangat minim. "Selain itu, basis psikologi forensik secara keilmuan belum kuat sehingga kurang khas. Kalau (ilmu) psikologinya sudah diakui," ujarnya.

   

Salah satu upaya penyidik mengungkap kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan Antasari Azhar adalah menggunakan pendekatan psikologi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News