Rohingya Dizalimi, Solidaritas ASEAN Diuji

MDHW Dorong Myanmar Lebih Terbuka Jalani Transisi

Rohingya Dizalimi, Solidaritas ASEAN Diuji
Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) Hery Haryanto Azumi. Foto: dokumentasi pribadi for JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Majelis Dzikir Hubbul Wathon (PB MD Hubbul Wathon) Hery Haryanto Azumi mengatakan, persoalan Rohingnya yang kini terusir dari Myanmar menjadi ujian bagi solidaritas ASEAN. Menurutnya, menghujat Myanmar justru bukan upaya untuk mencari solusi permanen bagi Rohingya.

"Kasus ini adalah tes solidaritas untuk ASEAN. Menghujat Myanmar bukan yang kita harapkan. Justru segenap pemerintah negara-negara ASEAN harus membantu pemerintah Myanmar dalam menciptaan keterbukaan dan perdamaian," ujar Hery di Jakarta, Minggu (3/0).

Wakil sekretaris jenderal PBNU itu menambahkan, melakukan intervensi politik kepada pemerintah Myanmar sepertinya merupakan hal yang tak mungkin. Namun, saat ini hal mendesak yang bisa dilakukan adalah dari sisi kemanusiaan.

Hery menuturkan, masalah utama Myanmar adalah kurang percaya diri atau lack of confidence untuk secara umum bergerak menjadi negara yang lebih terbuka dan toleran. Sebab, sekian puluh tahun Myanmar menjadi negara tertutup di bawah rezim junta militer.

Karena itu, ASEAN harus membantu proses transisi di Myanmar. "Negara-negara ASEAN harus mendukung transisi Myanmar menjadi negara terbuka," ulasnya.

Selain itu, MDHW juga mengajak semua kalangan termasuk negara-negara ASEAN dan kelompok lintas agama untuk saling bersinergi guna secepatnya memberikan bantuan kemanusiaan demi menyelamatkan warga Rohingya dan menghindari korban lebih banyak. Merujuk catatan organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional, sekitar 64 persen etnis Rohingya melaporkan pernah mengalami siksaan fisik maupun mental.

Sementara 52 persen perempuan Rohingya melaporkan pernah mengalami pemerkosaan atau pelecehan seksual lainnya. Sedangkan sekurang-kurangnya 60.000 orang warga Rohingya yang merasa terancam memilih pergi dari daerah konflik.

"Tragedi ini telah menyebabkan ribuan lebih korban tewas dibunuh secara keji," ujar Hery.(ara/jpnn)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News