Rugi Besar Jika Partai Gelora Memilih Beroposisi
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menyarankan Partai Gelora Indonesia tidak memilih berperan sebagai oposisi pada pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Maksimus khawatir, Partai Gelora yang baru saja dilahirkan akan langsung rontok ketika berperan sebagai oposisi.
"Justru tidak menguntungkan Partai Gelora kalau menjadi oposisi karena publik belum melihat kerjanya, saya kira justru itu akan menenggalamkan Partai Gelora ke depannya," ujar Maksimus kepada jpnn.com, Jumat (8/11).
Menurut dosen di Universitas Mercu Buana ini, Partai Gelora sebaiknya fokus membangun jaringan hingga ke akar rumput. Karena tantangan sebagai partai baru membentuk jaringan dan memperkenalkan keberadaannya di tengah masyarakat.
Lalu sejauh mana peluang Partai Gelora menggandeng ormas Islam seperti FPI?
Direktur Eksekutif Lambaga Analisis Politik Indonesia (LAPI) ini menyebut bukan pekerjaan yang mudah.
"Secara organisatoris tidak mudah menggandeng ormas-ormas Islam paling individu, karena selama ini ormas Islam itu juga tidak secara terstruktur berafiliasi dengan partai manapun," pungkas Maksimus.(gir/jpnn)
Partai Gelora sebaiknya fokus membangun jaringan hingga ke akar rumput. Karena tantangan sebagai partai baru membentuk jaringan.
Redaktur & Reporter : Ken Girsang
- Oposisi Dalam Demokrasi Pancasila
- Suara PKS Tak Meningkat Drastis Setelah 10 Tahun jadi Oposisi, Begini Analisis Pengamat
- SPIN: Partai Gelora Jadi Korban Kecurangan Pileg 2024
- Partai Gelora Dirugikan atas Indikasi Kecurangan saat Rekapitulasi Suara di Kota Tangerang
- Hasto Tegaskan PDIP Siap Menjadi Oposisi
- Survei Median: 10 Parpol Ini Diprediksi Masuk Parlemen, Ada PSI dan Partai Gelora