RUU KUHAP Menguatkan Peran Advokat untuk Perlindungan HAM
Oleh: Prof. Dr. Andi M. Asrun, S.H., M.H - Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi UNPAK

Penguatan Peran Advokat
Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada tahun 1981 merupakan tonggak lahirnya reformasi hukum acara dalam peradilan pidana.
Lahirnya KUHAP menandatangani ditinggalkannya hukum acara Peradilan pidana rezim kolonial belada, sebagaimana yang diatur di dalam Het Herzine Indonesich Reglemeent (HIR) yang sudah tidak sesuai dengan konsep penegakan Hak Asasi Manusia pasca lahirnya Deklarasi Hak Asasi Manusia secara universal pada tahun 1948, atau secara nasional ketentuan Pasal-pasal peradilan pidana yang tertuang dalam HIR sudah tidak sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang trauma terhadap ketentuan pidana HIR, yang telah dijadikan hukum acara bagi peradilan para pejuang kemerdekaan dan rakyat Indonesia.
Pada perkembangannya KUHAP bagi beberapa pihak sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum saat ini. Berbagai kejadian dalam rangka penegakkan hukum telah membuktikan KUHAP memiliki banyak kelemahan yang berakibat fatal [Kurniawan Tri Wibowo: 2020, 2].
Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memuat peraturan yang cukup rinci tentang hak-hak tersangka dan terdakwa, seperti hak atas pendampingan penasihat hukum, hak untuk tidak disiksa, dan hak atas peradilan yang adil.
Namun, hal yang sama tidak ditemukan dalam peraturan hak saksi. Keberadaan Saksi dalam konteks hak perlindungannya tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk menerima perlindungan yang memadai, baik fisik, psikologis, maupun hukum seperti hak untuk didampingi oleh penasihat hukum.
Fakta ini menunjukkan ketidakseimbangan dalam sistem peradilan pidana, di mana posisi saksi yang menghadapi ancaman, tekanan, atau intimidasi sering diabaikan. Akibatnya, saksi enggan bersaksi atau tidak dapat berbicara dengan jujur dan bebas, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas persidangan itu sendiri.
Meskipun tidak ada ketentuan dalam KUHAP yang melarang saksi untuk didampingi oleh penasihat hukum, dalam praktiknya sangat bergantung kepada kebijakan izin dari penyidik. Terkadang saksi diperbolehkan didampingi oleh penasihat hukumnya terkadang tidak.
Kehadiran RUU KUHAP adalah sebuah langkah besar sedang dinantikan oleh seluruh pihak yang memiliki kepentingan terhadap proses penegakan hukum.
- Amnesty International: Praktik Otoriter dan Pelanggaran HAM Menguat di Indonesia
- Perihal Kasus LCC, Kejati NTB Dinilai Tidak Transparan
- Wali Kota Jakarta Selatan Mendukung Program Mainstreaming HAM untuk ASN dan Masyarakat
- Guru Besar UKI: Sosialisasi KUHAP Harus Melibatkan Masyarakat
- Perubahan KUHAP Penting, Tetapi Harus Perhatikan Juga Faktor Ini
- Ismahi Gelar Diskusi Publik Tentang Dominus Litis Dalam RUU KUHAP