RUU Perfilman Dinilai Langgar HAM

RUU Perfilman Dinilai Langgar HAM
RUU Perfilman Dinilai Langgar HAM
Bukan hanya RUU Perfilman, perlakuan yang sama juga disebutkan terjadi saat pembahasan RUU Rahasia Negara. "Dewan Pers sudah menemui Menhan Juwono Soedarsono, agar pers bisa ikut memberikan partisipasi dalam membahas RUU Rahasia Negara. Namun hingga saat ini, baik dewan pers maupun MPPI tak diberi kesempatan memberi masukan dan informasi," jelasnya.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Amir Efendi Siregar. Dia menilai, kegiatan perfilman pada prinsipnya sama dengan pers, surat kabar, majalah dan buku. "Maka harusnya sama sekali tidak memerlukan izin usaha perfilman. Izinnya sudah melekat pada saat ia mendirikan perusahaan, sesuai dengan UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan peraturan pelaksanaannya," terangnya.

Mengacu pada UU No 40/2007, seharusnya lembaga sensor film juga tidak ada lagi. Itu karena sensor dan lembaga sensor adalah ciri negara otoriter. "Negara-negara demokrasi di dunia lebih menggunakan Badan Klasifikasi sebagai usaha melakukan perlindungan terhadap penonton, khususnya anak-anak. Jadi bukan Lembaga Sensor Film," imbuhnya.

Sedangkan Hinca Panjaitan, menilai bahwa RUU Perfilman ini telah menabrak secara horisontal UU yang sudah ada, misalnya UU Anti Monopoli, UU Kearsipan, UU Hak Cipta, serta UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). "Saya mendesak agar Komisi X DPR jangan buru-buru mengesahkan RUU ini menjadi Undang-Undang," harapnya, sembari menambahkan bahwa dari draft RUU yang terdiri dari 89 pasal itu, hanya pasal 1 hingga pasal 5 yang bagus - sisanya pasal 6 sampai 89 sebagian besar buruk.

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Pers dan Perfilman Indonesia (MPPI), Kukuh Sanyoto, mengingatkan agar insan perfilman siap-siap dipenjara, karena

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News