Sadaring Satupena: Banyak Orang Gagal Bedakan antara Fakta dan Fiksi

Pesanan semacam itu membuatnya mempertanyakan tugasnya sebagai seorang penulis yang memiliki tanggung jawab mempertahankan idealisme.
Biasanya, kata Deasy, ia menggunakan fiksi sebagai jalan keluar.
“Menulis fiksi adalah jalan keluar dari kebimbangan dalam kerja melayani industri,” kata Daesy.
Dalam fiksi yang ia tulis, senantiasa terdapat fakta-fakta yang ia olah untuk kemudian disajikan sebagai suguhan yang menghibur. Jadi, pada fiksi pun akhirnya, kata Deasy, ia menyuguhkan fakta-fakta yang ia tidak mungkin sajikan dalam proses kerja industrial.
Hikmat mengatakan pada era post truth tidak mungkin lagi mengharapkan kebenaran objektif, tetapi kita memiliki kebenaran-kebenaran kemanusiaan dan kebenaran etis.
“Kebenaran kemanusiaan dan kebenaran etis itu justru kita temukan pada genre tulisan bernama fiksi,” kata Hikmat.
Karakter fiksi yang menyajikan hiburan membuatnya menjadi lebih lentur dan menyajikan kebenaran secara lebih utuh.
Sementara fakta-fakta menjadi kian miskin, karena berbagai bias kepentingan, termasuk oleh kepentingan para penulisnya ketika ia diproduksi di dalam kepalanya.
Tsunami informasi yang menderas dalam kehidupan sehari-hari telah menyebabkan banyak orang gagal membedakan mana fakta dan mana fiksi.
- Jurnalis Masih Hadapi Kerentanan Kerja di Tengah Perayaan May Day 2025
- Kasus Oknum TNI AL Bunuh Juwita, 4 Saksi Dilindungi LPSK
- Kecam Kekerasan Aparat, Jurnalis Gelar Aksi Kamisan di Depan Polda Jateng
- Elnusa Petrofin Perkuat Hubungan Harmonis dengan Jurnalis Lewat Silaturahmi
- Kamar Indekos Disatroni Maling, Jurnalis Kehilangan Rp 20 Juta
- Pimpinan Komisi III Janji Kawal Proses Hukum Kasus Kematian Jurnalis Palu di Jakarta