Saif al Islam, Penerus Kegarangan Muammar Kadhafi

Telanjur Dianggap Demokratis, Malah Warisi Sifat Diktator

Saif al Islam, Penerus Kegarangan Muammar Kadhafi
Saif al-Islam. Foto : REUTERS

Namun, Saif Kadhafi tak mampu menyembunyikan mimik wajahnya yang gugup saat menyampaikan pidato tentang demokrasi di Libya. "Secara teori, Libya adalah negara paling demokratis di dunia," ujarnya di depan audiensi yang hampir semua tertawa sebelum dia buru-buru merevisi ucapannya. "Secara teori, secara teori," kilahnya saat itu.

Dua tahun kemudian, Prof Held mengaku terperanjat atas pernyataan Saif di televisi Senin lalu. Mahasiswa LSE langsung menduduki kampus memprotes keterkaitan pihak rektorat dengan Saif. Saat ini, LSE harus menanggung malu karena pernah menerima donasi dari Saif. Pihak kampus kemudian menyatakan telah menolak bantuan dari Saif itu.

Yang lebih memalukan, pihak universitas dipaksa menginvestigasi dugaan plagiat disertasi PhD milik Saif. Ironisnya, judul tesisnya, Peran Masyarakat Madani dalam Demokratisasi Institusi Pemerintahan, tidak ditemukan lagi.

Namun, dosen penguji Saif, ekonom ternama Lord Desai, menyatakan bahwa Saif telah mendapat gelar PhD tersebut sesuai prosedur. Dia juga menegaskan bahwa LSE berhak menerima sumbangan dari putra kedua Kadhafi dengan istri keduanya, Safia Farkash, tersebut.

Tekanan bertubi-tubi yang datang kepada Muammar Kadhafi tak membuat semangatnya surut. Putranya, Saif al-Islam, menjadi sosok populer setelah menjadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News