Salah Tangkap, Kesalahan Polisi

Salah Tangkap, Kesalahan Polisi
Salah Tangkap, Kesalahan Polisi
JAKARTA-Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga mengatakan persoalan seputar salah tangkap dalam kasus pembunuhan Asrori merupakan kesalahan penyidik kepolisian. “JPU ketika berkas dibawa ke situ langsung lihat pasal dan unsur-unsurnya, kalau sudah lengkap ya sudah, jadi gak ada bahwa ia disalahkan disitu,” kata Ritonga di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (29/8).

    Komentar Ritonga ini merespon pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri, Abu Bakar Nataprawira, yang mengatakan Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Jombang ikut bertanggungjawab atas kasus salah tangkap tersebut. Seperti yang dikatakan Abu Bakar, Kejari dan PN Jombang turut berperan dalam meloloskan berkas Devid Eka Priyanto, Imam Hambali dan Mamat, karena, menurutnya pihak yang menyatakan berkas lengkap (p-21) adalah pihak Kejari.

    “Jadi kasus ini bisa dilanjutkan ke tahap penuntutan dan ada vonis hakim. Artinya ada tiga elemen yang harus mempertanggungjawabkan persoalan ini,” kataya di Mabes Polri. Kembali menurut Jampidum, yang menjadi tugas JPU dalam hal ini adalah memastikan syarat formil sudah terpenuhi, sudah P-21, karena berkas tersebut berawal dari penyidikan pihak kepolisian.

    Berdasarkan hal tersebut, Ritonga menilai kasus salah tangkap tersebut juga merupakan akibat dari adanya kelemahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana dalam KUHAP jaksa tidak memiliki kewenangan untuk menyidik. “Jaksa tidak ikut menyidik, andaikan dari awal sama-sama tentu akan lebih banyak kepala yang berfikir, akan lebih baik,” jelasnya. Dalam kasus tersebut, pihak jaksa sudah menerima berkas matang dari penyidik kepolisian. “Jaksa tinggal melihat unsur-unsur perbuatan pidana dan pasal-pasalnya,” tambahnya. Kasus salah tangkap ini lanjut Ritongan tak perlu dibesar-besarkan karena intensitas kejadian seperti itu sangat sedikit sekali.

    “Gak apa-apa, memang menangkap orang gak bisa salah? Dari segitu banyak perkara baru dua, yaitu Senkon-Karta dan baru ini (Asrori),” kata Ritongan. Untuk diketahui PN Jombang telah memvonis Devid dengan hukuman 17 tahun penjara, Imam 12 tahun penjara. Sementara Mamat saat ini tengah menjalani proses pengadilan. Soal langkah selanjutnya yang bisa ditempuh para terdakwa dan terpidana salah tangkap tersebut, Ritonga menyatakan mereka bisa melakukan Peninjaun Kembali (PK). “Langkah ini salah satu cara untuk memperbaiki putusan tidak perlu banding karena ada novum (bukti, Red) baru,” ujarnya.

    Namun untuk Mamat yang saat ini masih dalam proses pengadilan, Ritonga menjelaskan proses tersebut tak dapat dihentikan, “Ya tidak bisa, tidak ada penghentian sidang, bagaimana caranya?” pungkasnya. Ia menyarankan kepada pengadilan untuk segera memutus perkara tersebut, “Kalau memang ia tidak bersalah ya diputus tak bersalah,” tegasnya. Hal senada juga disampaikan Kapuspenkum Kejaksaan Agung BD Nainggolan bahwa tidak bisa kesalahan tersebut dilimpahkan menjadi kesalahan institusi yakni jaksa dan hakim.

    Menurutnya memang benar dalam persidangan melibatkan hakim dan jaksa, namun jaksa menetapkan P-21 pada berkas dan melakukan penuntutan berdasarkan alat bukti yang diserahkan oleh pihak penyidik kepolisian. Kasus salah tangkap ini terungkap setelah tersangka pembunuhan berantai, Veri Idham Heriyansah alias Ryan mengaku bahwa pembunuh Asrori adalah dirinya dan itu semakin dikuatkan dengan hasil tes DNA orang tua Asrori yang menyatakan ada kecocokan dengan jenazah yang sebelumnya diidentifikasi sebagai Mr X. (rie/JPNN)

JAKARTA-Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga mengatakan persoalan seputar salah tangkap dalam kasus pembunuhan Asrori merupakan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News