Sapta Hasta Nawa Dasa Nirwandar

Sapta Hasta Nawa Dasa Nirwandar
Sapta Hasta Nawa Dasa Nirwandar

jpnn.com - TAHU suasana yang paling asyik? Menyeduh earl grey tea hangat-hangat sambil berdiskusi dengan Menparekraf Mari Elka Pangestu atau Wamenparekraf Sapta Nirwandar. Tema yang berkembang pasti seputar eksotisme, keindahan, art & culture, kulineri, hospitality, singkat kata adalah segala rmacam rupa, rasa dan karsa yang membawa sensasi kenikmatan dan kepuasan pada panca indra.

GDP kita ada di kisaran USD 3.500 per tahun, dan akan terus meningkat. Kelas menengah terus bertambah signifikan. Logikanya, dunia pariwisata akan masuk level baru, menjadi “kebutuhan sekunder”, bukan lagi tersier atau barang mewah. Ketika income per kapita sudah menyodok di angka USD 7.500, maka levelnya naik satu step lagi, menjadi “kebutuhan primer.

” Ketemu digit kepala tujuh itu tidak akan lama lagi, diprediksi 6-8 tahun ke depan. Nah, peluang apa yang harus dijemput? Ketika sudah makin banyak orang kaya? Dalam kacamata bisnis, orang itu dijuluki kaya, bukan dari jumlah duit yang ditimbun di deposito atau tabungan saja.

Tetapi dihitung dari spending of money, berapa duit membelanjakan uangnya setiap bulan. Sama persis dengan ungkapan seorang ustad, “Harta kekayaanmu sesungguhnya adalah harta yang sudah kau berikan pada orang lain!” Percuma, bergelimang duit, tetapi “pelit”, bahkan pelit untuk dirinya sendiri sekalipun.

Tabungannya miliaran di bank, tetapi berlangganan koran saja ogah. Makan masih di kaki lima? Naik sepeda motor bebek yang irit. Beli pakaian di Tanah Abang. Cukur rambut di bawah pohon rindang. Berwisata di Tugu Monas. Istilahnya “petinju” punya duit banyak, tetapi tidak pernah lepas dari genggaman tangannya. Password-nya “kreatif” begitu kata Mari Elka Pangestu.

:TERKAIT Industri kreatif tidak akan kehabisan ide untuk mengemas produknya agar seksi di mata konsumen potensial. Rumusnya, orang berduit, pasti lebih leluasa dan menjadi pasar potensial. Karena itu, pekerjaan yang paling penting di sini adalah menciptakan “rasa berkebutuhan” untuk berwisata. Nah, di sinilah, diskusi itu semakin asyik. Bagaimana mempertemukan produk, image, karya dan komuditas wisata dengan lima indera manusia.

Tentu, destinasi harus berbenah dan menciptakan ide kreatif baru. Pemasaran, promosi dan kemasan harus mencari akal yang lebih komprehensif. Dunia usaha sektor pariwisata harus didorong lebih berani berinvestasi. Nah, ada 1001 mimpi jika mengupas satu-satu, berikut dengan tautan lain yang sambung menyambung, kait mengait.

Dari ruangan Sapta Nirwandar di Gedung Sapta Pesona, Merdeka Barat, saya coba menyelam lebih dalam, apa yang ada dalam planning Parekraf? “Pasar lokal akan terus bergairah, karena kelas menengah Indonesia juga terus bertambah. Pasar internasional, kami tidak merevisi target. Artinya, tetap optimis, sekalipun Amerika Serikat dan Eropa sedang dilanda krisis global,” ucap Sapta, yang lahir di Tanjung Karang, Lampung 13 Mei 1954 itu. Apa strateginya? “Kami genjot pasar Asia dan Australia.

TAHU suasana yang paling asyik? Menyeduh earl grey tea hangat-hangat sambil berdiskusi dengan Menparekraf Mari Elka Pangestu atau Wamenparekraf Sapta

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News