Sawit Tak Berdaya Saing di Pakistan

Sawit Tak Berdaya Saing di Pakistan
Sawit Tak Berdaya Saing di Pakistan
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fadhil Hasan meminta pemerintah untuk menuntaskan perundingan dengan Pakistan. Alasannya, ketiadaan PTA dapat merugikan importer Pakistan. "Ditambah, produk kita yang tidak kompetitif karena perbedaan harga yang besar. Praktis, pasar kita tergerus oleh Malaysia," katanya.

Dikatakan, pasar pakistan memang tidak terlalu besar. Akan tetapi, pengiriman komoditas sawit ke negara tersebut pernah menghasilkan penjualan yang cukup besar pada 2007 lalu dengan nilai USD 860 juta. Karena itu, kalau peluang tersebut bisa direbut kembali memungkinkan bagi Indonesia untuk mencapai nilai ekspor yang lebih besar lagi ke Pakistan.

Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan International (KPI) Kementerian Perdagangan (Kemdag), Gusmardi Bustami, mengatakan dalam perundingan terakhir pihaknya sudah memberikan penawaran penurunan bea masuk jeruk kino sebesar 0 persen. Selain itu, berdasar additional request ada sejumlah 61 mata tarif, pihaknya sudah menyepakati penurunan 32 mata tarif. Ditambah, lima mata tarif sehingga total terdapat 37 mata tarif atau sekitar 70 persen dari total permintaan.

"Kemudian deeper cut dari 43 mata tarif, kita berikan 27. Total permintaan deeper cut sudah mencapai 70-75 persen. Kemudian kita minta disamping 0 persen, dari 32 mata tarif kita mendrop kira-kira 15 mata tarif, kita hanya 17 antara lain kertas 8 mata tarif, sorbitol 5 mata tarif dan keramik 5 mata tarif. Malah waktu berunding memberikan fleksibilitas menjadi 10  mata tarif, yakni kertas 5 mata tarif, sorbitol 2 mata tarif dan keramik 3 mata tarif," ucap dia. (res)

JAKARTA - Peluang sawit untuk masuk ke pasar Pakistan makin kecil pasca penghentian perundingan kerja sama perdagangan untuk produk tertentu atau


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News