Ketua HSNI Rasmijan soal Cantrang

Saya Juga Kaget Pak Presiden Bilang Gitu

Saya Juga Kaget Pak Presiden Bilang Gitu
Nelayan dan alat tangkap cantrang. Foto: AGUS WIBOWO/RADAR TEGAL

Sunyoto menuturkan untuk berubah ke alat tangkap gillnet, dia menghabiskan Rp 2,3 miliar untuk memodifikasi kapal. Lalu Rp 1,1 miliar untuk membeli satu set gillnet.

Sunyoto kemudian membawa kapal dan alat tangkap barunya ke perairan arafuru untuk uji coba.

Menghabiskan Rp 1,5 miliar untuk kru dan perbekalan kapal. Hasilnya, ia hanya mampu menjual ikan senilai Rp 800 juta saja.

Salah satu anggotanya, kata Rasmijan mengalami hal serupa. Berangkat ke perairan dekat Papua dengan perbekalan Rp. 160 juta. Lantas pulang dengan Cuma membawa hasil tangkapan senilai Rp. 50 juta. “Kita nggak mau karena banyak gillnet yang nggak sukses,” kata Rasmijan.

Sementara Jumiati nelayan asal Rembang mengatakan bahwa berubah kepada alat tangkap baru tidak semudan membalikkan telapak tangan.

Untuk membeli alat cantrang yang saat ini digunakan saja, dirinya dan beberapa saudaranya masih meminjam ke Bank. “Sertifikat tanah, rumah dan lain-lain sudah dijaminkan semua,” tuturnya.

Lantas tiba-tiba ada kebijakan agar semua nelayan beralih ke alat tangkap baru. Tunggakan sebelumnya belum lunas, harus menggali hutang lagi. Tentu Jumiati merasa keberatan.

Beralih ke alat tangkap baru bukan cuma soal biaya, tapi juga SDM. Penggunaan alat tangkap baru juga berarti butuh melatih kru untuk mengoperasikan manuver kapal dan alat tangkap yang baru pula.

Alih-laih meningkatkan kesejahteraan nelayan, kebijakan pelarangan cantrang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti malah menyengsarakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News