Saya Tidak Bisa Melihat Angka COVID di Indonesia Seperti Dulu Lagi, Karena Sekarang Saya Melihat Wajah Mereka
Saya juga sempat bergidik saat mengingat artikel yang saya tulis tentang makin banyaknya pasien COVID yang meninggal di rumah atau di jalan karena tidak sempat tertangani.
Selama Bapak dirawat, kami mengandalkan kebaikan hati para dokter dan perawat untuk menyambungkan 'video call' dari ruang isolasi tempat Bapak dirawat, agar kami bisa berkomunikasi sampai akhirnya Bapak pergi.
Bagi saya yang selama hampir dua tahun belakangan ini menulis laporan tentang COVID-19 di Indonesia, kehilangan Bapak adalah wujud ketakutan terbesar saya yang menjadi nyata.
Semua kisah yang selama ini saya dengar dan saya tulis, kini saya alami sendiri.
Sama persis seperti tahapan protokol pemakaman pasien COVID yang kerap saya laporkan, siang itu juga Bapak dimakamkan di pemakaman yang sudah ditunjuk oleh Pemerintah.
Tidak ada upacara pemakaman. Tidak ada Misa Requiem.
Kami hanya bisa menyaksikan proses pemakaman Bapak yang singkat itu dari rekaman video yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp oleh salah seorang sepupu kami yang tinggal sekota dengan Bapak.
Berduka untuk kedua kalinya
Lima hari setelah bapak mertua saya dimakamkan, saya mendapat kabar kondisi salah satu Paman saya menurun saat sedang isolasi mandiri.
Meskipun hampir setiap hari saya melaporkan penyebaran COVID-19 di Indonesia, kini saya tidak dapat melihat angka dengan cara yang sama seperti sebelumnya, tulis reporter ABC Indonesia Hellena Souisa
- Dunia Hari Ini: PM Slovakia Ditembak Sebagai Upaya Pembunuhan Bermuatan Politik
- Indonesia Mengutuk Keras Aksi Biadab Warga Sipil Israel di Perbatasan Gaza
- Ramai-Ramai Tolak RUU Penyiaran: Makin Dilarang, Makin Berkarya
- Dunia Hari Ini: Aktivis Thailand Meninggal Setelah Mogok Makan di Penjara
- Tanggapan Mahasiswa Asing Soal Rencana Australia Membatasi Jumlah Mereka
- Dunia Hari Ini: Empat Warga India Tewas Tertimpa Papan Reklame