Sayangkan Revisi UU Pilpres Hanya demi Parpol Besar
jpnn.com - JAKARTA - Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi, menilai pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Presiden (Pilpres) tidak substantif. Pasalnya, sampai saat ini pembahasan masih berkutat pada besaran ambang batas pencalonan alias presidential threshold (PT).
Kristiadi menyebut hal itu sebagai bukti bahwa di parlemen hanya peduli pada kepentingan golongan mereka saja. "Ini catatan hitam, bahwa partai besar hanya ingin dominan," kata Kristiadi kepada wartawan di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10).
Menurutnya, banyak hal yang lebih penting untuk dibahas daripada PT. Misalnya pengetatan peraturan dana kampanye atau pencegahan politik uang.
Namun, pembahasan PT yang berlarut-larut membuat hal-hal tersebut terabaikan. "Sekarang sudah nggak sempat, semua (partai) sudah fokus pada pemenangan, jadi nggak fokus merevisi," imbuhnya.
Hal senada juga dilontarkan pengamat politik, Yudi Latief. Ia menilai masih banyak hal yang subtantif yang perlu dibahas oleh para legislator.
Seharusnya, sambung Yudi, pembahasan UU Pilpres lebih menitikberatkan kepada hal-hal yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat. "Banyak yang lebih fundamental daripada hanya threshold-threshold, kalau itu cuma kepentingan partai saja," ujar Yudi. (dil/jpnn)
JAKARTA - Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi, menilai pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Presiden
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- YKMI: Kami Berharap Gerakan Dukung Kemerdekaan Palestina Menyebar ke Penjuru Indonesia
- 3 Kategori Orang Ini, Jangan Sampai Menjabat di Kabinet Prabowo-Gibran
- Nikmati Kemewahan Layanan Kesehatan Bedah Orthopedi-Vaskular di RS Premier Bintaro
- Jaring Potensi Petani Muda, Inilah 75 Nominee Young Ambassador Agriculture Pilihan Kementan
- Cetak Instruktur Fitness, PKS Konsisten Membangun Gaya Hidup Sehat di Masyarakat
- Perkumpulan Kader Bangsa Ingin Prabowo-Gibran Fokus Pada 3 Isu Ini