Sebelum Asrul Sani dan Chairil Anwar Menjadi Bintang

Sebelum Asrul Sani dan Chairil Anwar Menjadi Bintang
Asrul Sani (kiri) dan Chairil Anwar (kanan). Foto: Public Domain.

"Kau suka baca juga? Kau suka sajak? Mana sajakmu?" cecar Chairil, sebagaimana dikisahkan Hasan Aspahani.

Baca Juga:

Asrul memperlihatkan surat kabar Pemandangan yang memuat sajaknya yang berjudul Kekasih Prajurit

Setelah mematut-matut sajak itu, air mukanya merona. Laksana mur ketemu baut, dua sekondan itu tak putus-putus bicara. Hilir mudik hingga berlabuh di warung achter de boeken.  

Anak-anak Senen menyematkan nama itu karena sesuai artinya, warung nasi Padang itu berada di belakang buku-buku.    

"Sudah berapa hari kau tak makan, Bung?" tanya Asrul melihat Chairil begitu lahap. 

Chairil terbahak-bahak seraya berkata, "Kau pun makanlah yang banyak, kawan. Sebelum nanti semua warung Padang harus mengganti lauk dengan bekicot seperto anjuran penjajah kate itu…"

Ya, kisah ini terjadi ketika Jepang sedang berkuasa di negeri yang hari ini bernama Indonesia. Rentang waktu 1942-1945.

"Lagi pula," sambung Chairil, "kau yang harus bayar ini."

ASRUL Sani dan Chairil Anwar bertandang ke toko buku. Begitu mendapati buku Also Sprach Zarathustra karya Nietzsche, mereka bereaksi, "wah,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News